BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
- Pengertian Ijarah
Al-ijarah adalah
akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang
itu sendiri.1
Objek dalam ijarah adalah manfaat itu sendiri bukan barangnya.
- Landasan Syariah
- Al-Qur’an
وإن
أرد ثم أن تستر ضعوأ أولدكم فلا جناح عليكم
إذا سلمتم ما ءاتيتم بالمعروف واتقوا
الله واعلموا أن الله بما تعملون بصير
“Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.” (Al-baqarah: 233)
Yang menjadi dalil
dari ayat tersebut adalah ungkapan “apabila kamu memberikan
pembayaran yang patut”. Ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa
yang diberikan berkat kewajiban membayar upah secara patut.
- Hadits
روى
ابن عباس أن النبي صلى الله عليه وسلم
احتجم واعطى الحجام اجره
Diriwayatkan dari
ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Berbekamlah kamu,
kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
عن
ابن عمر أن النبي صلى الله عليه وسلم قال:
اعطوا
الاجير أجره قبل أن يجف عرقه
Dari Ibnu Umar bahwa
Rasulullah bersabada, “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya
kering.” (HR. Ibnu Majah)
- Rukun Ijarah
Menurut
Jumhur ulama’ rukun ijarah ada 4, yaitu:
- Aqid (orang yang aqad)
- Shighat akad
- Ujrah (Upah)
- Manfaat
- Syarat Ijarah2
Syarat
Ijarah terdiri dari 4 macam, yaitu syarat al-inqad (terjadinya
akad), syarat an-nafadz (syarat
pelaksanaan akad), syarat sah, dan syarat lazim.
- Syarat terjadinya akad
Berkaitan
dengan aqid,
zat akad, dan tempat akad. Menurut ulama Hanafiyah,‘aqid (orang
yang melakukan akad disyaratkan harus berakal dan mumayyiz
minimal
7 tahun), serta tidak diisyaratkan harus baligh. Akan tetapi, jika
bukan barang miliknya sendiri, akad ijarah anak mumayyiz,
dipandang sah bila telah ada walinya. Ulama Malikiyah berpendapat
bahwa tamyiz adalah syarat ijarah dan jual beli, sedangkan baligh
adalah syarat penyerahan. Dengan demikian, akad anak mumayyiz adalah
sah, tetapi bergantung atas keridhaan walinya.
- Syarat Pelaksanaan (an-nafadz)
Barang
harus dimiliki oleh ‘aqid atau
ia memiliki kekuasaan penuh untuk akad(ahliah). Dengan
demikian, ijarah
al-fudhul (ijarah
yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan atau tidak
diizinkan oleh pemiliknya) tidak dapat menjadikan adanya ijarah.
- Syarat Sah Ijarah
Keabsahan
ijarah berkaitan dengan ‘aqid (orang
yang akad); adanya keridhaan dari kedua belah pihak. (QS.
An-Nisa:29). Ma’qud
‘alaih (barang
yang menjadi objek akad) bermanfaat dengan jelas. Diantara cara untuk
mengetahui ma’qud
‘alaih (barang)
adalah dengan menjelaskam manfaatnya, pembatasan waktu, atau
menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atas pekerjaan atau jasa
seseorang.
Penjelasan
manfaat tidak sah bila mengatakan, “saya sewakan salah satu dari
rumah ini”. Penjelasan waktu, menurut jumhur ulama tidak memberikan
batasan maksimal atau minimal. Jadi, boleh selamanya dengan syarat
asalnya masih tetap ada sebab tidak ada dalil yang mengharuskan untuk
membatasinya. Ulama Hanafiyah tidak mensyaratkan untuk penetapan awal
waktu akad, sedangkan ulama Ayafi’iyah mensyaratkannya sebab bila
tak dibatasi hal itu dapat menyebabkan ketidaktahuan waktu yang wajib
dipenuhi. Pada saat sewa bulanan, menurut ulama Syafi’iyah
seseorang tidak boleh menyatakan, “Saya menyewakan rumah ini setiap
bulan Rp 50.000,00” sebab pernyataan seperti ini membutuhkan akad
baru setiap kali membayar. Akad yang benar adalah dengan
menyatakan,”Saya sewa selama sebulan”. Sedangkan menurut jumhur
ulama akad tersebut dipandang sah akad pada bulan pertama, sedangkan
pada bulan sisanya bergantung pada pemakaiannya. Selain itu, yang
terpenting adalah adanya keridhaan dan kesesuaian dengan uang sewa.
Syarat
kelaziman meliputi:
- Mauquf ‘alaih (barang sewaan) terhindar dari cacat
- Tidak ada uzur yang dapat membatalkan akad. Uzur yang dimaksud adalah sesuatu yang baru yang menyebabkan kemadharatan bagi yang akad.
Cara
memanfaatkan barang sewaan:
1.
Sewa rumah
Jika
seseorang menyewa rumah, dibolehkan untuk memanfaatkannya sesuai
kemauannya, baik dimanfaatkan sendiri atau orang lain, bahkan boleh
disewakan lagi atau dipinjamkan orang lain.
2.
Sewa tanah
Sewa
tanah harus dijelaskan mengenai tanaman yang akan ditanam atau
bangunan apa yang akan didirikan di atasnya. Jika tidak dijelaskan
ijarah dipandang rusak.
3.
Sewa kendaraan
Baik
hewan ataupun kendaraan lainnya harus dijelaskan salah satu di antara
dua hal, yaitu waktu dan tempat. Selain itu, dijelaskan barang yang
akan dibawa atau benda yang akan diangkut.
Hukum
upah mengupah atau ijarah
‘ala al-a’mal,
yakni jual beli jasa, seperti menjahitkan pakaian, membangun rumah,
dan lain-lain. Ijarah
‘ala al-a’maldibagi
menjadi 2, yaitu:
a.
Ijarah khusus
Adalah
ijarah yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya, orang yang
bekerja tidak boleh bekerja selain dengan org yang telah memberinya
upah. Jika, ada barang yang rusak, ia tidak bertanggung jawab untuk
menggantinya.
b.
Ijarah Musytarik
Adalah
ijarah yang dilakukan secara berama-sama atau melalui kerja sama.
Hukumnya dibolehkan bekerja sama dengan orang lain, seperti para
pekerja di pabrik.
- Sifat Dan Hukum Ijarah3
- Sifat Ijarah
Menurut
ulama’Hanafiyah, ijarah adalah akad lazim yang di dasarkan pada
firman Allah SWT yang boleh di batalkan.
Sebaliknya,
Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa ijarah adalah akad lazim yang tidak
dapat di batalkan, kecuali dengan adanya sesuatu yang merusak
penemuhannya, seperti hilangnya manfaat.
Berdasarkan
dua pandangan di atas, menurut ulama’ Hanafiyah, Ijarah batal
dengan meninggalnya salah seorang yang akad dan tidak dapat di
alihkan kepada ahli waris, adapun menurut jumhur ulama’ Ijarah
tidak batal, tetapi berpindah kepada ahli warisnya.
- Hukum ijarah
Hukum
ijarah sahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa, dan tetapnya
upah bagi pekerja atau orang yang menyewakan ma’qud alaih, sebab
ijarah termasuk jual beli pertukaran, hanya saja dengan kemanfaatan.
- Macam-Macam Ijarah dan Hukumnya4
Ijarah
ada dua macam:
- Ijarah atas manfaat, disebut juga sewa menyewa. Dalam ijarah bagian pertama ini, objek akadnya adalah manfaat dari suatu benda.
- Ijarah atas pekerjaan, disebut juga upah-mengupah. Dalam ijarah bagian kedua ini, objek akadnya adalah amal atau pekerjaan seseorang.
- Hukum Ijarah atas Manfaat (Sewa-menyewa)
Akad
sewa-menyewa dibolehkan atas manfaat yang mubah, seperti rumah untuk
tempat tinggal, took dan kios untuk tempat berdagang, mobil untuk
kendaaan atau angkutan, pakaian dan perhiasan untuk dipakai. Adapun
manfaat yang diharamkan maka tidak boleh disewakan, karena barangnya
diharamkan. Dengan demikian, tidak boleh mengambil imbalan untuk
manfaat yang diharamkan ini, seperti bangkai dan darah.
- Hukum Ijarah atas Pekerjaan (upah-mengupah)
Ijarah
atas pekerjaan atau upah-mengupah adalah suatu akad ijarah untuk
melakukan suatu perbuatan tertentu. Misalnya membangun rumah,
menjahit pakaian, mengangkut barang ke tempat tertentu, memperbaiki
mesin cuci, atau kulkas, dsb. Orang yang melakukan pekerjaan tersebut
disebut ajir.
Ajir
atau tenaga kerja ada dua macam:
- Ajir khusus, yaitu orang yang bekerja pada satu orang untuk masa tertentu. Dalam hal ini ia tidak boleh bekerja untuk orang lain selain orang yang telah memperkerjakannya. Contohnya seseorang yang bekerja sebagai ibu rumah tangga pada orang tertentu.
- Ajir musytarak, yaitu orang yang bekerja untuk lebih dari satu orang, sehingga mereka bersekutu di dalam memanfaatkan tenaganya. Contohnya tukang jahit, notaries, dan pengacara. Hukumnya adalah ia (ajir musytarak) boleh bekerja untuk semua orang, dan orang yang menyewa tenaganya tidak boleh melarangnya kepada orang lain. Ia tidak berhak atas upah kecuali dengan bekerja.
- Tanggungjawab Rusaknya Objek Ijarah5
- Tanggung Jawab Ajir
Para
ulama mazhab empat sepakat bahwa ajir khas tidak dibebani ganti
kerugian karena kerusakan barang diserahkan kepadanya yang berkaitan
dengan pekerjaannya. Hal tersebut dikarenakan ia sebagai pemegang
amanah seperti wakil dan mudharib. Adapun ajir musytarak yang berhak
menerima upah karena pekerjaannya, bukan karena dirinya, para ulama
berbeda pendapat. Menurut Imam Abu Hanifah, Zufar, Hasan bin Zayyad,
Hanabilah, dan Syafi’I dalam qaul yang ahahih, ajir musytarak sama
dengan ajir khas. Ia tidak dibebani ganti rugia atas kerusakan barang
yang ada di tangannya, kecuali apabila tindakannya melampaui batas
atau teledor. Sedangkan menurut Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan
serta Ahmad dalam salah satu pendapatnya, ajir musytarak dibebani
ganti rugi ata kerusakan barang yang ada di tangannya, walaupun
kerusakan tersebut bukan karena keteledoran atau tindakan yang
melampaui batas yang hamper sama dengan pendapat Malikiyyah.
- Perubahan dari Amanah Menjadi Tanggung Jawab
Sesuatu
yang berada di tangan ajir, seperti kain pada seorang penjahit,
menurut Hanafiah dan ulama yang sependapat dengan beliau, merupakan
amanah di tangan ajir. Akan tetapi, amanah tersebut akan berubah
menjadi tanggung jawab (dhamman) apabila terjadi hal-hal berikut:
- Ajir tidak menjaga barang tersebut dengan baik. Dalam hal ini apabila barang tersebut rusak atau hilang, makai ia wajib menggantinya.
- Ajir melakukan perbuatan yang merusak barang dengan sengaja. Dalm hal ini ajir, baik khas maupun musytarak wajib mengganti barang yang dirusaknya itu. Apabila kerusakan barang bukan karena kesengajaan, dan hal tersebut dilakukan oleh ajir khas maka para ulama sepakat tidak ada penggantian kerugian. Akan tetapi, apabila hal itu dilakukan oleh ajir musytarak, menurut Ab Hanifah dan kedua muridnya, ia harus mengganti kerugian. Sedangkan menurut Syafi’iyah dan Zufar, ajir tidak dibebani ganti rugi, selama bukan karena kelalaian atau bukan kesengajaan.
- Musta’jir menyalahi syarat-syarat mu’jir, yakni musta’jir menyalahi pesanan mu’jir, baik dalam jenis barang, kadar atau sifatnya, tempat atau waktunya. Misalnya menyewa kendaraan, berat bebannya melebihi yang disepakati, misalnya yang disepakati satu ton, kenyataan yang diangkut dua ton sehingga kendaraan menjadi rusak.
- Gugurnya Upah karena Rusaknya Barang
Para
ulama berbeda pendapat dalam menentukan upah bagi ajir, apabila
barang yang ada di tangannya rusak atau hilang. Menurut Syafi’iyah
dan Hanabilah, apabila ajir bekerja di tempat yang dimiliki oleh
penyewa atau di hadapannya maka ia tetap memperoleh upah, karena
barang tersebut ada d tangan penyewa (pemilik). Sebaliknya, apabila
barang tersebut ada di tangan ajir, kemudian barang tersebut hilang,
maka ia tidak berhak atas upah kerjanya. Ulama Hanafiah hampir sama
pendapatnya. Hanya saja pendapat merekea diperinci sebagai berikut.
- Apabila barang di tangan ajir, maka terdapat dua kemungkinan:
- Apabila pekerjaan ajir sudah kelihatan hasilnya atau bekasnya pada barang, seperti jahitan, maka upah harus diberikan dengan diserahkan hasil pekerjaan yang dipesan. Begitu juga sebaliknya.
- Apabila pekerjaan ajir tidak kelihatan bekasnya pada barang, seperti mengangkut barang, maka upah harus diberikan saat pekerjaannya telah selesi dilaksanakan, walaupun barang tidak sampai diserahkan kepada pemiliknya. Hal ini dikarenakan imbalan yaitu upahmengimbangi pekerjaan, sehingga apabila pekerjaan telah selesai maka otomatis upah harus dibayar.
- Apabila banrang di tangan musta’jir, di mana ia bekerja di tempat penyewa, maka ajir berhak menerima upah setelah menyelesaikan pekerjaannya. Apabila pekerjaannya tidak selesai seluruhnya, melainkan hanya sebagian saja maka ia berhak menerima upah sesuai dengan kadar pekerjaan yang telah diselesaikan.
- Berakhirnya Akad Ijarah6
- Objek hilang atau musnah,
b)
Tenggang waktu yang dingsepakati dalam akad ijrah telah berakhir,
c)
Wafatnya seorang yang berakad (hanafiah),
d)
Apabila ada zur dari salah satu pihak seperti rumah yang disewakan
disita negara karena terkait utang yang banyak, maka akad ijarah
batal (hanafiah). Akan tetapi, uzur yang boleh membatalkan akad
ijarah hanyalah apabila objeknya cacat atau manfaat yang dituju dalam
akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir (jumhur ulama).
- Pengertian al-ijarah muntahiya bit tamlik
Adalah sejenis
perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad
sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa.
Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah
biasa.
- Bentuk al-ijarah muntahiya bit tamlik
Al-ijarah muntahiya
bit tamlik memiliki banyak bentuk, bergantung pada apa yang
disepakati kedua pihka yang berkontrak. Misalnya, ijarah dan janji
menjual; nilai sewa yang mereka tentukan dalam ijarah; harga barang
dalam transaksi jual; dan kapan kepemilikan dipindahkan.
- Aplikasi dalam Perbankan
Bank-bank Islam yang
yang mengoperasikan produk ijarah, dapat melakukan leasing, baik
dalam bentuk operating lease maupun financial lease. Akan tetapi,
pada umumnya, bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan ijarah
muntahiya bit tamlik karena lebih sederhana dari sisi pembukuan.
Selain itu, bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan
aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
- Manfaat dan Risiko yang Harus Diantisipasi
Manfaat ari
transaksi ijarah untuk bank adalah keuntungan sewa dan kembalinya
uang pokok. Adapun risiko yang mungkin terjadi dalam ijarah adalah
sebagai berikut:
- Nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja
- Rusak: aset ijarah rusak sehingga menyebabkan biaya pemeliharaan bertambah, terutama bila disebutkan dalam kontrak bahwa pemeliharaan harus dilakukan oleh bank.
- Berhenti: nasabah berhenti di tengah kontrak dan tidak mau membeli aset tersebut. akibatnya, bank harus menghitung kembali keuntungan dan mengembalikan sebagian kepada nasabah.
Contoh Aplikasi
Akad Ijarah
AKAD
IJARAH
|
|
|
NO.
0273.92/IJR/BMT-BIF/IV/2011
Yang bertanda tangan
dibawah ini:
Nama
: Yudana Octy
Jabatan
: Manager
Alamat
: -
Dalam hal ini
bertindak dalam jabatannya selaku Manager, dan oleh karenanya berhak
untuk dan atas nama serta sah mewakili kepentingan BMT Bina ihsanul
Fikri (BIF), yang berkedudukan di Jl. Rejowinangun No.28B Kotagede
Yogyakarta, selanjutnya disebut
pihak I.
Nama
: Dirahasiakan
No. KTP
: Dirahasiakan
Pekerjaan : -
Alamat
: -
Untuk dan atas nama
diri sendiri dan telah mendapat persetujuan dari suami / istri
selanjutnya disebut pihak
II.
Bahwa pihak I dan
pihak II telah setuju dan mufakat untuk mendatangani dan melaksanakan
Akad pembiayaan Ijarah
Muntahia bi al tamlik
(sewa beli) dengan ketentuan berikut:
1.
Pihak
I setuju untuk memberikan pembiayaan sewa beli berupa sewa sepeda
motor kepada pihak II, dengan harga Rp. 11.639.600 (Sebelas Juta Enam
Ratus Tiga Puluh Sembilan Ribu Enam Ratus Rupiah)
2.
Pihak
II mengakui dengan sebenarnya telah menerima amanah pembiayaan sewa
tersebut diatas sebagai hutang kepada pihak I dan berjanji akan
digunakan secara sungguh-sungguh serta sanggup untu membayar lunas
dan penuh sebagaimana mestinya dalam
jangka waktu 24 (Dua Puluh Empat) bulan dengan
cara pengembalian bulanan dan harus lunas pada tanggal 19 April 2013
3.
Selama
masa perjanjian belum barakhir, barang tersebut masih menjadi milik
sah pihak I dan setelah perjanjian berakhir, barang tersebut menjadi
milik pihak II.
4.
Barang
tersebut disewa oleh pihak II dari pihak I seharga pokok Rp.
8.000.000,-
(Delapan Juta Rupiah) dengan
fee Rp. 3.639.600,- (Tiga Juta Enam Ratus Tiga Puluh Sembilan Ribu
Enam ratus Rupiah)
5.
Jumlah
angsuran yang harus dibayar oleh pihak II Kepada Pihak I sebagai
berikut:
a.
Angsuran
pokok
: Rp. 335.350
b.
Fee
: Rp. 151.650
c.
Simpanan
wajib
: Rp. 5.000
d.
Tabungan
: Rp. 10.000
+
Total
Angsuran : Rp.
500.000
Dan Angsuran pertama
akan dibayarkan pada tanggal 19 Mei 2011 selanjutnya angsuran
berikutnya akan dibayarkan dengan periode yang sama.
6.
Selam
masa perjanjian belum berakhir, barang tersebut masih menjadi milik
sah pihak I, namun setelah perjanjian berakhir barang berpindah
kepemilikannya kepada pihak II.
7.
Pihak
I berhak untuk mendebet rekening Tabungan / Simpanan milik pihak II
yang ada pada pihak I untuk angsuran dan pelunasan atau pembayaran
kembali pembiayaan yang dimaksud nomor 4 diatas. Bila terjadi
tunggakan 3 kali berturut-turut maka dikenakan sanksi berupa denda 3%
kali saldo pokok pembiayaan dan denda tersebut dimasukkan kedalam
dana sosial.
8.
Apabila
pihak II tidak menyelesaikan pembayaran kembali pembiayaan
sebagaimana yang telah dijadwalkan sesuai angsuran yang telah
ditetapkan, maka pihak I akan menempuh jalan Musyawarah untuk mufakat
guna menyelesaikan kewajiban pihak II dengan jangka waktu 14 (empat
belas) hari sejak tanggal pembayaran angsuran wajib dilakukan.
9.
Untuk
menjamin pembayaran kembali fasilitas pembiayaan pihak II kepada
pihak I, maka dengan ini pihak II berjanji, menyatakan dan sepakat
menjaminkan kepada pihak I bahwa:
Pihak II menyerahkan
jaminan kepada pihak I berupa:
Sepeda Motor dengan
bukti jaminan BPKB Sepada Motor dengan Spesifikasi sebagai berikut:
No. Pol
:….
No. Rangka :……
Merk
: Honda
No. Mesin :……
Jenis
: Spm
Th Pembuatan :2011
Warna
: Hitam
Isi Silinder :110cc
Nama pemilik :……
Alamat
:…….
10. Apabila
dalam jangka waktu yang telah disepakati tersebut pada nomor 8
diatas, pihak II belum dapat menyelesaikan kewajibannya maka pihak I
akan menarik barang yang telah disewakan tersebut atau meminta kepada
Badan
Arbitrase yang
berkedudukan diwilayah D.I Yogyakarta untuk menarik barang yang
disewakan dan diserahkan kepada pihak I atau mengambil tindakan hukum
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku untuk menyelesaikan
pembayaran kembali pembiayaan tersebut.
11. Kedua
belah sepakat untuk mengakhiri perjanjian ini apabila pihak II telah
mengembalikan seluruh jumlah pembiayaan kepada pihak I termasuk
seluruh kewajiban yang harus dibayar kepada pihak I atau pihak
lain yang terkait dari akibat perjanjian ini.
12. Demikian
akad pembiayaan ini dibuat dan ditandatangani dengan sebenarnya tanpa
ada paksaan dari pihak manapun, hal-hal yang belum tercantum dan
diatur dalam akad ini maka akan dimusyawarahkan bersama.
Yogyakarta, 19 April
2011
Pihak
I
Menyetujui
Pihak II
Yudana O.S.,
SE
……………..
………………….
Manager
Penjamin
Anggota
Saksi-saksi Bukti
Transaksi
1.
………………..
1. Kwitansi
2.
……………….. 2.
Akad pembiayaan
3.
………………..
3. Monitoring
Analisis terhadap
contoh aplikasi Akad Ijarah Muntahia Bittamlik
Dari contoh aplikasi
kontrak di atas, dapatlah kiranya dilakukan analisis terkait dengan
apa yang dimaksudkan di dalamnya. Sehingga dapat melihat keabsahannya
sebagai sebuah kontrak Ijarah
Muntahia Bittamlik. Dan
untuk lebih mempermudah dan lebih mensistematiskan permasalahan, maka
analisis ini akan pemakalah kelompokkan menjadi beberapa bentuk,
yaitu:
1.
Analisis
bentuk akad
Dalam pengamatan
pemakalah, bila melihat unsur-unsur yang ada dalam kontrak di atas
maka dapat dikategorikan pada bentuk Ijarah
Muntahia Bittamlik. Hal
ini dikarenakan pada pasal 1-6 pelaksanaan akad yang dilakukan pada
BMT Tersebut merupakan bentuk akad sewa yang diakhiri dengan
pemindahan kepemilikan saat akad berakhir.
2.
Analisis
Rukun
Adapun untuk rukun
Ijarah
Muntahia Bittamlik
selanjutnya ditulis (IMBT) tersebut dapat dikatakan sesuai, karena
telah memenuhi:
a.
Aqidain,
yakni
adanya dua pihak, diamana pihak I yang dalam hal ini dalah BMT
sebagai Mu’jir
(yang menyewakan barang) dan pihak II yang dalam hal ini adalah
anggota/nasabah sebagai musta’jir
(penyewa).
b.
Obyek
sewa, sebagaimana tertera pada pasal I, obyek sewa dalam akad IMBT
ini adalah berupa sebuah sepeda motor yang disewakan oleh pihak BMT
kepada
nasabahnya.
c.
Ajran
atau ujrah/ harga sewa atau manfaat sewa sebagaimana tertera dalam
pasal 4 dalam hal ini adalah sebesar Rp. 8.000.000.-
d.
Ijab
Qabul dalam hal ini pemakalah anggap telah terpenuhi, karena dalam
hal ini para pihak telah sepakat dan saling ridha dalam melaksanakan
akad IMBT tersebut.
3.
Analisis
Syarat
Adapun untuk syarat
IMBT tersebut dapat dikatakan sesuai karena telah memenuhi:
a.
Terkait
pihak yang berakad, yaitu mua’jir
dan
musta’jir
sudah
dapat dianggap sesuai karena dalam hal ini kedua pihak telah memenuhi
syarat untuk melekukan akad IMBT tersebut.
b.
Terkait
obyek serta ujrah
yang
ditetapkan juga dapat dikatakan telah sesuai, karena obyek dan ujrah
pada
akad tersebut telah jelas dan memenuhi syarat obyek atau ujrah
pada
akad IMBT
c.
Shighat
Ijab Qabul dalam hal ini pemakalah anggap telah terpenuhi,
karena dalam hal ini para pihak telah sepakat dan saling ridha dalam
melaksanakan akad IMBT tersebut.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Sewa
adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada lembaga
keuangan
syariah sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan
harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.
Pembayaran
sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama
dengan
objek kontrak.
Kelenturan
(flexibility)
dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu,
tempat dan jarak.
Bank-
bank islam yang mengoperasikan produk ijarah, dapat melakukan
leasing,
baik dalam bentuk Operting
Lease
maupun Financial
Lease.
Akan tetapi,
pada
umumnya
bank- bank tersebut lebih banyak menggunakan
Ijarah Muntahia
Bit-
Tamlik,
karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun
tidak
direpotkan
untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing
maupun sesudahnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Antonio,
Syafi’i. 2001.
Bank
Syariah dari Teori ke Pratik,.
Jakarta:
Gema Insani
Muslich,
Ahmad Wardi. 2010. Fiqh
Muamalah.
Jakarta:Amzah.
1
Syafi’i Antonio, Bank
Syariah dari Teori ke Pratik,
(Jakarta: Gema Insani), 2001, hal: 117
3
Ibid,....
4
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich. Fiqh Muamalah.
(Jakarta:Amzah), 2010. Hlm. 329
5
Ibid, hl 334
6
Ibid hlm 338
7
Syafi’i Antonio, Bank
Syariah dari Teori ke Pratik,
(Jakarta: Gema Insani), 2001, hal: 118
Tidak ada komentar:
Posting Komentar