BAB 1
PENDAHULUAN
Inflasi
di dunia ekonomi modern sangat memberatkan masyarakat. Hal ini dikarenakan
inflasi dapat mengakibatkan lemahnya efisiensi dan produktifitas ekonomi
investasi, kenaikan biaya modal, dan ketidakjelasan ongkos serta pendapatan di
masa yang akan datang. Keberadaan permasalahan inflasi dan tidak stabilnya
sektor riil dari waktu ke waktu senantiasa menjadi perhatian sebuah rezim
pemerintahan yang berkuasa serta otoritas moneter . Lebih dari itu, ada
kecendrungan inflasi dipandang sebagai permasalahan yang senantiasa akan
terjadi . Hal ini tercermin dari kebijakan otoritas moneter dalam menjaga
tingkat inflasi. Setiap tahunnya otoritas moneter senantiasa menargetkan bahwa
angka atau tingkat inflasi harus diturunkan menjadi satu digit atau inflasi
moderat.
Permasalahan
tersebut menimbulkan reaksi para ahli ekonomi Islam modern, seperti Ahmad
Hasan, Hifzu Rab, dan ‘Umar Vadillo, yang menyerukan penerapan kembali
mata uang dînâr dan dirham sebagai jalan keluar penyelesaian
kasus-kasus transaksi inflasioner di dunia ekonomi modern. Mereka beralasan
bahwa mata uang logam mulia dînâr dan dirham dapat menjamin
keamanan transaksi karena keduanya memberikan keseimbangan nilai terhadap
setiap komoditas yang ditransaksikan. Gagasan ini memberikan akses terwujudnya
ekonomi makro yang kuat dengan dukungan penuh mata uang yang berbasis kekuatan
riil materialnya. Terjadinya inflasi dapat mendistorsi harga-harga relatif,
tingkat pajak, suku bunga riil, pendapatan masyarakat akan terganggu, mendorong
investasi yang keliru, dan menurunkan moral. Maka dari itu, mengatasi inflasi
merupakan sasaran utama kebijakan moneter.
Pengaruh
inflasi cukup besar pada kehidupan ekonomi, inflasi merupakan salah satu
masalah ekonomi yang banyak mendapat perhatian para ekonom, pemerintah, maupun
masyarakat umum. Berbagai teori, pendekatan dan kebijakan dikembangkan supaya
inflasi dapat dikendalikan sesuai dengan yang diinginkan. Pada makalah ini akan
disampaikan pengertian, teori, dan cara penanggulangan inflasi perspektif
Islam.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Inflasi
Pengertian
inflasi Islam tidak berbeda dengan inflasi konvensional. Inflasi mempunyai pengertian sebagai sebuah
gejala kenaikan harga barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Dari
pengertian ini, inflasi mempunyai penjelasan bahwa inflasi merupakan suatu
gejala dimana banyak terjadi kenaikan harga barang yang terjadi secara sengaja
ataupun secara alami yang terjadi tidak hanya di suatu tempat, melainkan
diseluruh penjuru suatu negara bahkan dunia. Kenaikan harga ini berlangsung secara berkesinambungan dan
bisa makin meninggi lagi harga barang tersebut jika tidak ditemukannya solusi
pemecahan penyimpangan – penyimpangan yang menyebabkan terjadinya inflasi
tersebut.
Dengan kata lain inflasi dapat didefinisikan sebagai
kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus.
Dalam wikipedia, inflasi didefinisikan sebagai suatu proses meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu). Dengan kata lain, inflasi
juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Al-Maqrizi menyatakan bahwa peristiwa infasi merupakan sebuah
fenomena alam yang menimpa kehidupan masyarakat di dunia sejak masa dahulu
hingga sekarang, dengan mengemukakan berbagai fakta bencana kelaparan yang
pernah terjadi di Mesir.[1]
Menurutnya, inflasi terjadi ketika harga harga secara umum mengalami kenaikan
dan belangsung terus menerus. Al-Maqrizi membahas permaslahan inflasi secara
lebih mendetail. Ia mengklasifikasikan inflasi berdasarkan factor penyebabnya
kedalam dua hal, yaitu inflasi yang disebabkan oleh factor alamiah dan inflasi
yang disebabkan oleh kesalahan manusia.[2]
2.2 Teori Inflasi Islam
Menurut para ekonom
Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena empat hal
sebagai berikut:
1. inflasi
mengganggu fungsi dari: uang, tabungan (nilai simpan), pembayaran di muka, dan
unit penghitungan. Akibat inflasi, orang harus melepaskan diri dari uang dan
aset keuangan. Inflasi bisa menyebabkan inflasi lagi (self feeding inflation).
2. Inflasi
melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari masyarakat
(turunnya Marginal Propensity to Save).
3. Inflasi
meningkatkan kecenderungan berbelanja terutama untuk non-primer dan barang
mewah (naiknya Marginal Propensity to Consume).
4. Inflasi
mengarahkan investasi non-produktif yaitu penumpukan kekayaan (hoarding)
seperti: tanah, bangunan, logam mulia, mata uang asing. Inflasi mengorbankan investasi ke
arah produktif seperti: pertanian, industrial, perdagangan, transportasi, dan lainnya.
Selain itu, inflasi
menimbulkan sejumlah masalah yang berhubungan dengan akuntansi, misalnya:
1. Inflasi
menyebabkan dilema penilaian terhadap aset tetap dan aset lancar dilakukan
dengan metode biaya historis atau metode biaya aktual.
2. Inflasi
menyebabkan permasalahan akuntansi dalam hal pemeliharaan modal riil dengan melakukan
isolasi keuntungan inflasioner.
3. Inflasi
menyebabkan dibutuhkannya koreksi dan rekonsiliasi operasi (index) untuk
mendapatkan kebutuhan perbandingan waktu dan tempat.
Islam tidak mengenal istilah inflasi, karena mata uangnya stabil dengan
digunakannya mata uang dinar dan dirham.[3]
Penurunan nilai masih mungkin terjadi, yaitu ketika nilai emas yang menopang
nilai nominal dinar itu mengalami penurunan, diantaranya akibat ditemukannya
emas dalam jumlah yang besar, tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya.[4]
Ekonom muslim, Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364M – 1441M), yang
merupakan salah satu murid Ibnu Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua
golongan yaitu inflasi akibat berkurangnya persediaan barang ( Natural
inflation) dan inflasi akibat kesalahan manusia (Human Error Inflation).
Inflasi jenis pertama inilah yang terjadi pada zaman Rasulullah dan
khulafaur Rasyidin,yaitu karena kekeringan atau peperangan. Sementara itu,
Inflasi jenis kedua menurut Al-Maqrizi disebabkan oleh tiga hal. Pertama,
korupsi dan administrasi yang buruk. Kedua, pajak berlebihan yang memberatkan
petani. Ketiga, jumlah uang yang berlebihan.[5]
Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn
al-Maqrizi (1364M – 1441M), yang merupakan salah satu murid Ibn Khaldun,
menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu natural inflation dan human
error inflation.
2.2.1.
Inflasi Alamiah (Natural Inflation)
Inflasi
Alamiah adalah inflasi yang terjadi secara alami, bukan disebabkan oleh
berbagai macam penyimpangan yang dilakukan oleh para penguasa negara. Misalnya
ketika suatu bencana banjir terjadi, maka akan terjadi gagal panen diberbagai
sawah sehingga terjadi kelangkaan bahan makanan dan meningkatnya harga bahan
makanan.
Menurut
Al-Maqrizi, ketika suatu bencana alam terjadi, berbagai bahan makanan dan hasil
bumi lainnya mengalami gagal panen, sehingga persediaan barang-barang tersebut
mengalami penurunan yang sangat drastis dan terjadi kelngkaan. Di lain pihak,
karena sifatnya yang sangat signifikan dalam kehidupan, permintaan terhadap
berbagai barang itu mengalami peningkatan. Harga-harga membumbung tinggi jauh
melebihi daya beli masyarakat. Hal ini sangat berimplikasi terhadap kenaikan
harga berbagai barang dan jasa lainnya. Akibatnya, transaksi ekonomi mengalami
kemacetan, bahkan berhenti sama sekali, yang pada akhirnya menimbulkan bencana
kelaparan, wabah penyakit, dan kematian di kalangan masyarakat. Keadaan yang
semakin memburuk tersebut memaksa rakyat untuk menekan pemerintah agar segera
memperhatikan keadaan mereka. Untuk menanggulangi bencana itu, pemerintah
mengeluarkan sejumlah dana besar yang mengakibatkan perbendaharaan mengalami
penurunan drastis karena, disisi lain, pemerintah tidak memperoleh pemasukan
yang berarti. Dengan kata lain, pemerintah mengalami defisit anggaran dan
negara,baik secara politik, ekonomi, maupun social, menjadi tidak stabil yang
kemudian menyebabkan keruntuhan sebuah pemerintahan.
Lebih
lanjut, ia menyatakan bahwa sekalipun suatu bencana telah berlalu, kenaikan
harga-harga tetap berlangsung. Hal ini merupakan implikasi dari bencana alam
sebelumnya yang mengakibatkan aktivitas ekonomi, terutama di sector produksi,
mengalami kemacetan. Ketika situasi telah normal, persediaan barang-barang yang
signifikan, seperti benih padi, tetap tidak beranjak naik, bahkan tetap langka,
sedangkan permintaan terhadapnya meningkat tajam. Akibatnya, harga
barang-barang ini mengalami kenaikan yang kemudian di ikuti oleh kenaikan harga
berbagai jenis barang dan jasa lainnya, termasuk upah dan gaji para pekerja.[6]
Ketidakseimbangan
permintaan dan penawaran juga pernah terjadi dizaman Rasulullah SAW. Dalam hal
ini Rasulullah SAW tidak mau menghentikan atau mempengaruhi pergerakan harga
ini sesuai Hadist:
Anas meriwayatkan, ia berkata: Orang-orang berkata kepada
Rasulullah SAW, ” Wahai Rasululluah, harga-harga barang naik (mahal),
tetapkanlah harga untuk kami”. Rasulullah SAW lalu menjawab,”Allah-lah Penentu
harga, Penahan, Pembentang, dan Pemberi riszki. Aku berharap tatkala bertemu
Allah, tidak ada seorangpun yang meminta padaku tentang adanya kedhaliman dalam
urusan darah dan harta.”
Untuk menganalisisnya, dapat digunakan perangkat analisis konvensional
yaitu persamaan identitas berikut:[7]
MV = PT =Y
|
Dimana:
M :
Jumlah uang
beredar
V :
Kecepatan
peredaran uang
P :
Tingkat harga
T :
Jumlah barang
dan jasa
Y :
Tingkat
pendapatan nasioanl (GDP)
Natural
inflation dapat diartikan sebagai berikut:
1) Gangguan
terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian (T). Misalnya
T↓ sedangkan M dan V tetap, maka
konsekuensinya P↑.
2) Naiknya daya
beli masyarakat secara riil. Misalnya, nilai ekspor lebih besar daripada nilai
impor, sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan M↑ sehingga jika V dan T tetap maka P↑.
Lebih lanjut,
jika dianalisis dengan persamaan agregatif :
Dimana : AD = AS
AS
= Y
AD = C + I +
G + (X – M)
Serta : Y =
pendapatan nasional
C =
konsumsi
I =
investasi
G =
pengeluaran pemerintah
Maka : Y = C + I +
G + (X – M)
Natural inflation dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi dua yaitu:
a. Uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak karena ekxpor meningkat
(X↑) sedangkan impor menurun (M↓) sehingga net export nilainya sangat besar
yang mengakibatkan naiknya permintaan agregatif (AD↑).
Keadaan ini pernah terjadi pada masa Umar ibn Khatab, pada masa itu
ekportir yang menjual barangnya ke luar negeri membeli barang-barang dari luar
negeri (impor) lebih sedikit jumlahnya dari barang yang mereka jual (positive
net export). Adanya positive net export akan menjadikan keuntungan yang berupa
kelebihan uang yang akan dibawa ke Madinah sehingga pendapatan dan daya beli
masyarakat meningkat (AD↑). Naiknya permintaan agregat (AD↑) akan mengakibatkan
naiknya tingkat harga (P↑) secara keseluruhan. Untuk mengatasi keadaan ini Umar
melarang penduduk Madinah untuk membeli barang-barang atau komoditi selama 2
hari berturut-turut, akibatnya terjadi penurunan permintaan agregatif (AD↓),
dan tingkat harga kembali normal.[8]
b. Turunnya tingkat produksi (AS↓)
karena terjadinya paceklik, perang ataupun embargo ekonomi. Masa paceklik ini
pernah terjadi pada masa Umar ibn Kahatab yang mengakibatkan kelangkaan gandum
yang berdampak pada naiknya tingkat harga-harga (P↑).[9]
2.2.2 Human Eror Inflation
Human error inflation adalah inflasi yang terjadi karena
kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia sendiri (QS Ar-Rum ayat 41).
“Telah
Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Human Error
Inflation dapat dikelompokkan menurut penyebab-penyebabnya sebagai berikut :[10]
a) Korupsi
dan administrasi yang buruk (corruption and bad administration).
Pengangkatan para pejabat yang berdasarkan suap, nepotisme, dan bukan
karena kapabilitas akan menempatkan orang-orang pada berbagai jabatan penting
dan terhormat yang tidak mempunyai kredibilitas. Mereka yang mempunyai mental
seperti ini, rela menggadaikan seluruh harta milik untuk meraih jabatan,
kondisi ini juga akan berpengaruh ketika mereka berkuasa, para pejabat tersebut
akan menyalahgunakan kekuasaannya untuk meraih kepentingan pribadi, baik untuk
menutupi kebutuhan finansial pribadi atau keluarga atau demi kemewahan hidup.
Akibatnya akan terjadi penurunan drastis terhadap penerimaan dan pendapatan
Negara.
Korupsi akan mengganggu tingkat harga, karena para produsen akan menaikkan
harga jual barangnya untuk menutupi biaya-biaya siluman yang telah mereka
keluarkan. Dimasukkannya biaya siluman dalam biaya produksi (cost of goods
sold) akan menaikkan total biaya produksi. ATC dan MC menjadi ATC2 dan MC2.
Sehingga harga jual menjadi naik dari P menjadi P2. Hal ini menjadi tidak
mereflleksikan nilai sumber daya sebenarnya yang digunakan dalam proses
produksi.
Harga
terdistorsi oleh komponen yang seharusnya tidak ada. Hal ini menyebabkan
terjadinya ekonomi biaya tinggi (high cost
economy) dan pada akhirnya terjadi inefisiensi alokasi sumber daya yang
merugikan masyarakat.
Jika merujuk
pada persamaan AS-AD, terlihat korupsi dan administrasi pemerintahan yang buruk
menyebabkan kontraksi pada kurva penawaran agregatif.
Selain
menyebabkan inefisiensi dan ekonomi biaya tinggi, korupsi dan kelemahan
administrasi sangat membahayakan perekonomian yakni terjerat pada spiralling inflation atau hyper inflation.
b) Pajak yang berlebihan (excessive tax)
Efek yang
ditimbulkan oleh pajak yang berlebihan pada perekonomian hampir sama dengan
efek yang ditimbulkan oleh korupsi dan administrasi yang buruk yaitu kontraksi
pada kurva penawaran agregatif . Namun, jika dilihat lebih jauh, excessive tax mengakibatkan apa yang
dinamakan para ekonom dengan efficiency loss atau dead weight loss.[11]
c) Pencetakan uang untuk menarik keuntungan (Escessive
Seignorage).
Ketika terjadi defisit anggaran baik sebagai akibat dari kemacetan ekonomi,
maupun perilaku buruk para pejabat yang menghabiskan uang negara, pemerintah
melakukan percetakan uang fulus secara besar-besaran. Ibn al-Maqrizi
berpendapat bahwa percetakan uang yang berlebihan akan mengakibatkan naiknya
tingkat harga (P↑), menurunnya nilai mata uang secara drastis, akibatnya uang
tidak lagi bernilai.
Menurut al-Maqrizi kenaikan harga komoditas adalah kenaikan dalam bentuk
jumlah uang (fulus), sedangkan jika diukur dengan emas (dinar ), harga-harga
komoditas itu jarang sekali mengalami kenaikan. Uang sebaiknya dicetak hanya
pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk bertransaksi dan dalam pecahan yang
mempunyai nilai nominal yang kecil.
2.3 Langkah –
langkah Penanggulangan Inflasi dalam Islam
Dalam konsepsi
Islam, orientasi ekonomi haruslah memperjuangkan nasib rakyat kecil serta
kesejahteraan rakyat banyak, yang dalam teori ushul fiqh dinamakan
al maslahah al ammah. Sedangkan mekanisme yang digunakan untuk mencapai kesejahteraan itu
tidaklah ditentukan format dan bentuknya. Oleh karena itu, sistem kapitalisme
yang tidaklah bertentangan dengan Islam, dapat dijadikan rujukan dalam
pengambilan kebijakan dalam penanggulangan inflasi.
Inflasi
dapat menguntungkan golongan masyarakat tertentu tetapi merugikan golongan
lain. Karenanya setiap negara berusaha menghindari inflasi
dengan menerapkan berbagai kebijakan. Kebijakan –kebijakan tersebut antara lain
:
2.4 Kebijakan
Moneter
Kebijakan
ini adalah kebijakan yang berasal dari bank sentral dalam mengatur jumlah uang
yang beredar melalui instrument-instrumen moneter yang dimiliki oleh bank
sentral. Melalui instrument ini diharapkan peredaran uang dapat diatur dan
inflasi dapat di kendalikan sesuai dengan yang telah ditargetkan sebelumnya.
Terdapat tiga kebijakan yang dapat di tempuh bank sentral dalam mengatur
inflasi :
a. Kebijakan
Diskonto. Kebijakan diskonto (discount policy) adalah kebijakan bank
sentral untuk mempengaruhi peredaran uanng dengan jalan menaikkan dan
menurunkan tingkat bunga. Kaitannya dengan bank syari'ah yaitu dengan jealan
menaikkan dan menurunkan tingkat nisbah bagi hasil.
b. Operasi Pasar Terbuka. Yaitu dengan jalan membeli dan menjual surat-surat
berharga.
c. Kebijakan Persediaan Kas (cash
ratio policy).
Yaitu kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan
menaikkan dan menurunkan presentasi persediaan kas dari bank.
Dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus stabilitas, Islam tidak menggunakan
instrument bunga atau ekspansi moneter melalui pencetakan uang baru atau
deficit anggaran. Yang dilakukan adalah mempercepat perputaran uang dan
pembangunan infrastruktur sector rill. Syekh Abdul Qadim Zallum mengatakan
bahwa, system moneter atau keuangan adalah sekumpulan kaidah pengadaan dan
pengaturan keuangan dalam suatu Negara. Yang paling penting dalam setiap
keuangan adalah penentuan satuan dasar keuangan dimana kepada satuan itu
dinisbahkan seluruh nilai-nilai berbagai mata uang lain. Variabel yang harus
diformulasikan dalam kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian islam adalah
stok uang, bukan tingkat suku bunga. Bank Islam harus mengarahkan kebijakan
moneternya untuk mendorong pertumbuhan dalam penawaran uang yang cukup untuk
membiayai pertumbuhan potensial dalam output jangka menengah dan jangka panjang
demi mencapai harga yang stabil dan tujuan-tujuan sosio-ekonomi Islam.
Sasarannya haruslah untuk menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak
berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas
perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan social.
Tingkat pertumbuhan yang ingin dicapai haruslah yang stabil, realistis dan
dapat bertahan dalam jangka menengah maupun panjang, bukan yang tidak realistis
dan naik turun.[12]
2.5 Kebijakan Fiskal
1. Pengaturan Pengeluaran
Pemerintah. Pemerintah harus menjaga penggunaan anggaran negara agar sesuai
dengan perencanaan. Sehingga tidak melampaui batas yang telah direncanakan yang
dapat mendorong pertambahan uang beredar dan sebaliknya.
2. Peningkatan dan Penurunan
Tarif Pajak. Dengan mengontrol kebijakan mengenai tarif pajak dapat
menstabilkan daya beli masyarakat dan kemampuan produksi barang dan jasa.
Dalam
perspktif Islam kebijakan fiskal mempunyai peran penting, hal ini didasarkan
pada alas an-alasan sebagai berikut: Peran kebijakan fiskal relative dibatasi,
dua hal yang mendasarinya; 1) Tingkat bunga yang tidak mempunyai peran sama
sekali dalam ekonomi islam, 2) Islam tidak memperbolehkan perjudian karena
dapat menimbulkan berbagai praktek perjudian yang mengandung spekulasi
(untung-untungan). Pemerintah Islam harus lebih keras dan tegas dalam menjamin
bahwa pungutan atas zakat dapat dikumpulkan dari setiap muslim yang mempunyai
kelebihan harta yang telah mencapai nishab.
Tujuan
dari kebijakan fiskal dalam islam adalah untuk menciptakan stabilitas ekonomi,
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pendapatan, ditambah
dengan tujuan lain yang terkandung dalam aturan Islam yaitu Islam menetapkan
pada tempat yang tinggi akan terwujudnya persamaan dan demokrasi sesuai dengan
QS. 59:7
“Apa saja harta rampasan (fa’i) yang
diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk
kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya.”
Ekonomi
Islam akan dikelola untuk membantu dan mendukung ekonomi masyarakat yang
terbelakang dan untuk memajukan serta menyebarkan ajaran islam seluas mungkin.[13]
Masih menurut Majid,
dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi ada beberapa instrument yang
digunakan, yaitu : Penggunaan kebijakan fiskal dalam menciptakan kesempatan
kerja, hal ini mungkin saja apabila investasi tidak hanya digunakan untuk
menutupi kesenjangan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi
agregat, maka harapan yang tinggi terhadap tingkat keuntungan dapat dicukupi
dengan mengajak para pengusaha untuk ikut membuka investasi baru yang akan
menyerap banyak tenaga kerja. Hal yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah
menari beban atas harta yang menganggur, sehingga akan mendorong masyarakat
untuk menginvestasikan dananya lewat tabungan atau deposito dengan tanpa
menggunakan tingkat bunga tetapi melalui bagi hasil, semua ini akan merangsang
para pengusaha karena dalam berusaha tidak akan terbebani oleh beban bunga yang
tinggi.[14]
2.6 Kebijakan Lain
1. Peningkatan Produksi. Meski
jumlah uang beredar bertambah jika di iringi dengan peningkatan produksi, maka
tidak akan menyebabkan inflasi. Bahkan hal ini menunjukkan adanya peningkatan
kemampuan ekonomi.
2. Kebijakan Upah. Inflasi dapat
diatasi dengan menurunkan pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable
income) masyarakat.
3. Pengawasan Harga.
Kecenderungan dinaikkannya harga oleh pengusaha dapat diatasi dengan adanya
pengawasan harga pasar.
2.7 Perbaikan
Prilaku Masyarakat
Dalam mengatasi
inflasi, selain kebijakan-kebijakan di atas perlu adanya perbaikan prilaku
masyarakat. sesungguhnya stabilitas nilai mata uang tidak didasarkan kepada zat
mata uang, sehingga berefek pada tindakan revolusioner yang mengubah seluruh
zat mata uang dari kertas ke logam mulia emas dan perak, melainkan dengan
perbaikan perilaku ekonomi manusia yang berada di sekitar mata uang tersebut.
Ciri
kerusakan mata uang dînâr-dirham dan mata uang kertas adalah sama, yakni
sama-sama diakibatkan oleh perilaku ekonomi yang destruktif. Mata uang dînâr-dirham
pernah rusak karena penimbunan dan pemalsuan, sedangkan mata uang kertas pernah
rusak karena pembungaan dan spekulasi. Krisis moneter di akhir tahun sembilan
puluhan dan krisis global yang terjadi baru-baru ini, bersumber dari pembungaan
dan spekulasi tersebut.
Sedangkan
menurut M. Hatta
setidaknya ada
tujuh kebijakan moneter Islam yang dapat mengendalikan inflasi baik secara
langsung maupun tidak
langsung, yaitu: Dinar dan dirham sebagai mata uang, hukum jual beli mata uang
asing, hukum pertukaran mata uang, hukum bunga, hukum pasar modal, hukum
perbankan, hukum pertukaran internasional, dan otoritas kebijakan moneter.
BAB 3
KESIMPULAN
Inflasi
merupakan suatu gejala dimana banyak terjadi kenaikan harga barang yang terjadi
secara sengaja ataupun secara alami yang terjadi tidak hanya di suatu tempat,
melainkan diseluruh penjuru suatu negara bahkan dunia. Kenaikan harga ini berlangsung
secara berkesinambungan dan bisa makin meninggi lagi harga barang tersebut jika
tidak ditemukannya solusi pemecahan penyimpangan – penyimpangan yang
menyebabkan terjadinya inflasi tersebut. Inflasi digolongan menjadi dua
golongan, yaitu natural inflation dan human error inflation.
DAFTAR PUSTAKA
Karim , Adiwarman Aswar.
(2010). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Rajawali
Pers: Jakarta.
Huda, Nurul dkk.(2009).
“Ekonomi Makro Islam”; Pendekatan
Teoritis. Kencana: Jakarta
Reksoprayitno,
Soediyono. (2000). “Ekonomi Makro”;
Analisis IS-LM dan Permintaan-Penawaran Agregatif. BPFE-Yogyakarta:
Yogyakarta.
Karim, Adiwarman Aswar.
(2001). “Ekonomi Islam”; Suatu Kajian
Kontemporer. Gema Insani Pers: Jakarta.
Karim, Adiwarman.
(2005). “Mata Uang Islami”; Telaah
Komprehensif Sistem Keuangan Islami. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
[1]
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 424.
[2]
Ibid. 424-425
[3]
Nurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam;
Pendekatan Teoritis (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 189
[4]
Ibid. 190
[5]
Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam; Suatu Kajian Kontemporer (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), hlm. 67-68
[6]
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 425-426.
[7]
Ibid.
[8]
Ibid.
[9]
Ibid.
[10]
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 435.
[11]
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 436.
[12]
Nurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam;
Pendekatan Teoritis (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 193-194
[13]
Nurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam;
Pendekatan Teoritis (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 193-191
[14]
Nurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam;
Pendekatan Teoritis (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 193-191
Tidak ada komentar:
Posting Komentar