Jumat, 03 Mei 2013

IJARAH DAN APLIKASINYA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH


BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Ijarah
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.1 Objek dalam ijarah adalah manfaat itu sendiri bukan barangnya.
  1. Landasan Syariah
  1. Al-Qur’an
وإن أرد ثم أن تستر ضعوأ أولدكم فلا جناح عليكم إذا سلمتم ما ءاتيتم بالمعروف واتقوا الله واعلموا أن الله بما تعملون بصير
Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-baqarah: 233)
Yang menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan “apabila kamu memberikan pembayaran yang patut”. Ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa yang diberikan berkat kewajiban membayar upah secara patut.
 
  1. Hadits
روى ابن عباس أن النبي صلى الله عليه وسلم احتجم واعطى الحجام اجره
Diriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
عن ابن عمر أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: اعطوا الاجير أجره قبل أن يجف عرقه
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabada, “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)
  1. Rukun Ijarah
Menurut Jumhur ulama’ rukun ijarah ada 4, yaitu:
  1. Aqid (orang yang aqad)
  2. Shighat akad
  3. Ujrah (Upah)
  4. Manfaat
  1. Syarat Ijarah2
Syarat Ijarah terdiri dari 4 macam, yaitu syarat al-inqad (terjadinya akad), syarat an-nafadz (syarat pelaksanaan akad), syarat sah, dan syarat lazim.
    1. Syarat terjadinya akad
Berkaitan dengan aqid, zat akad, dan tempat akad. Menurut ulama Hanafiyah,‘aqid (orang yang melakukan akad disyaratkan harus berakal dan mumayyiz minimal 7 tahun), serta tidak diisyaratkan harus baligh. Akan tetapi, jika bukan barang miliknya sendiri, akad ijarah anak mumayyiz, dipandang sah bila telah ada walinya. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa tamyiz adalah syarat ijarah dan jual beli, sedangkan baligh adalah syarat penyerahan. Dengan demikian, akad anak mumayyiz adalah sah, tetapi bergantung atas keridhaan walinya.
    1. Syarat Pelaksanaan (an-nafadz)
Barang harus dimiliki oleh ‘aqid atau ia memiliki kekuasaan penuh untuk akad(ahliah). Dengan demikian, ijarah al-fudhul (ijarah yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan atau tidak diizinkan oleh pemiliknya) tidak dapat menjadikan adanya ijarah.
    1. Syarat Sah Ijarah
Keabsahan ijarah berkaitan dengan ‘aqid (orang yang akad); adanya keridhaan dari kedua belah pihak. (QS. An-Nisa:29). Ma’qud ‘alaih (barang yang menjadi objek akad) bermanfaat dengan jelas. Diantara cara untuk mengetahui ma’qud ‘alaih (barang) adalah dengan menjelaskam manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.
Penjelasan manfaat tidak sah bila mengatakan, “saya sewakan salah satu dari rumah ini”. Penjelasan waktu, menurut jumhur ulama tidak memberikan batasan maksimal atau minimal. Jadi, boleh selamanya dengan syarat asalnya masih tetap ada sebab tidak ada dalil yang mengharuskan untuk membatasinya. Ulama Hanafiyah tidak mensyaratkan untuk penetapan awal waktu akad, sedangkan ulama Ayafi’iyah mensyaratkannya sebab bila tak dibatasi hal itu dapat menyebabkan ketidaktahuan waktu yang wajib dipenuhi. Pada saat sewa bulanan, menurut ulama Syafi’iyah seseorang tidak boleh menyatakan, “Saya menyewakan rumah ini setiap bulan Rp 50.000,00” sebab pernyataan seperti ini membutuhkan akad baru setiap kali membayar. Akad yang benar adalah dengan menyatakan,”Saya sewa selama sebulan”. Sedangkan menurut jumhur ulama akad tersebut dipandang sah akad pada bulan pertama, sedangkan pada bulan sisanya bergantung pada pemakaiannya. Selain itu, yang terpenting adalah adanya keridhaan dan kesesuaian dengan uang sewa.
Syarat kelaziman meliputi:
  1. Mauquf ‘alaih (barang sewaan) terhindar dari cacat
  2. Tidak ada uzur yang dapat membatalkan akad. Uzur yang dimaksud adalah sesuatu yang baru yang menyebabkan kemadharatan bagi yang akad.
Cara memanfaatkan barang sewaan:
1. Sewa rumah
Jika seseorang menyewa rumah, dibolehkan untuk memanfaatkannya sesuai kemauannya, baik dimanfaatkan sendiri atau orang lain, bahkan boleh disewakan lagi atau dipinjamkan orang lain.
2. Sewa tanah
Sewa tanah harus dijelaskan mengenai tanaman yang akan ditanam atau bangunan apa yang akan didirikan di atasnya. Jika tidak dijelaskan ijarah dipandang rusak.
3. Sewa kendaraan
Baik hewan ataupun kendaraan lainnya harus dijelaskan salah satu di antara dua hal, yaitu waktu dan tempat. Selain itu, dijelaskan barang yang akan dibawa atau benda yang akan diangkut.
Hukum upah mengupah atau ijarah ‘ala al-a’mal, yakni jual beli jasa, seperti menjahitkan pakaian, membangun rumah, dan lain-lain. Ijarah ‘ala al-a’maldibagi menjadi 2, yaitu:
a. Ijarah khusus
Adalah ijarah yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya, orang yang bekerja tidak boleh bekerja selain dengan org yang telah memberinya upah. Jika, ada barang yang rusak, ia tidak bertanggung jawab untuk menggantinya.
b. Ijarah Musytarik
Adalah ijarah yang dilakukan secara berama-sama atau melalui kerja sama. Hukumnya dibolehkan bekerja sama dengan orang lain, seperti para pekerja di pabrik.
  1. Sifat Dan Hukum Ijarah3
    1. Sifat Ijarah
Menurut ulama’Hanafiyah, ijarah adalah akad lazim yang di dasarkan pada firman Allah SWT yang boleh di batalkan.
Sebaliknya, Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa ijarah adalah akad lazim yang tidak dapat di batalkan, kecuali dengan adanya sesuatu yang merusak penemuhannya, seperti hilangnya manfaat.
Berdasarkan dua pandangan di atas, menurut ulama’ Hanafiyah, Ijarah batal dengan meninggalnya salah seorang yang akad dan tidak dapat di alihkan kepada ahli waris, adapun menurut jumhur ulama’ Ijarah tidak batal, tetapi berpindah kepada ahli warisnya.
    1. Hukum ijarah
Hukum ijarah sahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa, dan tetapnya upah bagi pekerja atau orang yang menyewakan ma’qud alaih, sebab ijarah termasuk jual beli pertukaran, hanya saja dengan kemanfaatan.
  1. Macam-Macam Ijarah dan Hukumnya4
Ijarah ada dua macam:
  1. Ijarah atas manfaat, disebut juga sewa menyewa. Dalam ijarah bagian pertama ini, objek akadnya adalah manfaat dari suatu benda.
  2. Ijarah atas pekerjaan, disebut juga upah-mengupah. Dalam ijarah bagian kedua ini, objek akadnya adalah amal atau pekerjaan seseorang.
    1. Hukum Ijarah atas Manfaat (Sewa-menyewa)
Akad sewa-menyewa dibolehkan atas manfaat yang mubah, seperti rumah untuk tempat tinggal, took dan kios untuk tempat berdagang, mobil untuk kendaaan atau angkutan, pakaian dan perhiasan untuk dipakai. Adapun manfaat yang diharamkan maka tidak boleh disewakan, karena barangnya diharamkan. Dengan demikian, tidak boleh mengambil imbalan untuk manfaat yang diharamkan ini, seperti bangkai dan darah.
    1. Hukum Ijarah atas Pekerjaan (upah-mengupah)
Ijarah atas pekerjaan atau upah-mengupah adalah suatu akad ijarah untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Misalnya membangun rumah, menjahit pakaian, mengangkut barang ke tempat tertentu, memperbaiki mesin cuci, atau kulkas, dsb. Orang yang melakukan pekerjaan tersebut disebut ajir.
Ajir atau tenaga kerja ada dua macam:
  1. Ajir khusus, yaitu orang yang bekerja pada satu orang untuk masa tertentu. Dalam hal ini ia tidak boleh bekerja untuk orang lain selain orang yang telah memperkerjakannya. Contohnya seseorang yang bekerja sebagai ibu rumah tangga pada orang tertentu.
  2. Ajir musytarak, yaitu orang yang bekerja untuk lebih dari satu orang, sehingga mereka bersekutu di dalam memanfaatkan tenaganya. Contohnya tukang jahit, notaries, dan pengacara. Hukumnya adalah ia (ajir musytarak) boleh bekerja untuk semua orang, dan orang yang menyewa tenaganya tidak boleh melarangnya kepada orang lain. Ia tidak berhak atas upah kecuali dengan bekerja.
  1. Tanggungjawab Rusaknya Objek Ijarah5
    1. Tanggung Jawab Ajir
Para ulama mazhab empat sepakat bahwa ajir khas tidak dibebani ganti kerugian karena kerusakan barang diserahkan kepadanya yang berkaitan dengan pekerjaannya. Hal tersebut dikarenakan ia sebagai pemegang amanah seperti wakil dan mudharib. Adapun ajir musytarak yang berhak menerima upah karena pekerjaannya, bukan karena dirinya, para ulama berbeda pendapat. Menurut Imam Abu Hanifah, Zufar, Hasan bin Zayyad, Hanabilah, dan Syafi’I dalam qaul yang ahahih, ajir musytarak sama dengan ajir khas. Ia tidak dibebani ganti rugia atas kerusakan barang yang ada di tangannya, kecuali apabila tindakannya melampaui batas atau teledor. Sedangkan menurut Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan serta Ahmad dalam salah satu pendapatnya, ajir musytarak dibebani ganti rugi ata kerusakan barang yang ada di tangannya, walaupun kerusakan tersebut bukan karena keteledoran atau tindakan yang melampaui batas yang hamper sama dengan pendapat Malikiyyah.
    1. Perubahan dari Amanah Menjadi Tanggung Jawab
Sesuatu yang berada di tangan ajir, seperti kain pada seorang penjahit, menurut Hanafiah dan ulama yang sependapat dengan beliau, merupakan amanah di tangan ajir. Akan tetapi, amanah tersebut akan berubah menjadi tanggung jawab (dhamman) apabila terjadi hal-hal berikut:
      1. Ajir tidak menjaga barang tersebut dengan baik. Dalam hal ini apabila barang tersebut rusak atau hilang, makai ia wajib menggantinya.
      2. Ajir melakukan perbuatan yang merusak barang dengan sengaja. Dalm hal ini ajir, baik khas maupun musytarak wajib mengganti barang yang dirusaknya itu. Apabila kerusakan barang bukan karena kesengajaan, dan hal tersebut dilakukan oleh ajir khas maka para ulama sepakat tidak ada penggantian kerugian. Akan tetapi, apabila hal itu dilakukan oleh ajir musytarak, menurut Ab Hanifah dan kedua muridnya, ia harus mengganti kerugian. Sedangkan menurut Syafi’iyah dan Zufar, ajir tidak dibebani ganti rugi, selama bukan karena kelalaian atau bukan kesengajaan.
      3. Musta’jir menyalahi syarat-syarat mu’jir, yakni musta’jir menyalahi pesanan mu’jir, baik dalam jenis barang, kadar atau sifatnya, tempat atau waktunya. Misalnya menyewa kendaraan, berat bebannya melebihi yang disepakati, misalnya yang disepakati satu ton, kenyataan yang diangkut dua ton sehingga kendaraan menjadi rusak.
    1. Gugurnya Upah karena Rusaknya Barang
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan upah bagi ajir, apabila barang yang ada di tangannya rusak atau hilang. Menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, apabila ajir bekerja di tempat yang dimiliki oleh penyewa atau di hadapannya maka ia tetap memperoleh upah, karena barang tersebut ada d tangan penyewa (pemilik). Sebaliknya, apabila barang tersebut ada di tangan ajir, kemudian barang tersebut hilang, maka ia tidak berhak atas upah kerjanya. Ulama Hanafiah hampir sama pendapatnya. Hanya saja pendapat merekea diperinci sebagai berikut.
      1. Apabila barang di tangan ajir, maka terdapat dua kemungkinan:
  • Apabila pekerjaan ajir sudah kelihatan hasilnya atau bekasnya pada barang, seperti jahitan, maka upah harus diberikan dengan diserahkan hasil pekerjaan yang dipesan. Begitu juga sebaliknya.
  • Apabila pekerjaan ajir tidak kelihatan bekasnya pada barang, seperti mengangkut barang, maka upah harus diberikan saat pekerjaannya telah selesi dilaksanakan, walaupun barang tidak sampai diserahkan kepada pemiliknya. Hal ini dikarenakan imbalan yaitu upahmengimbangi pekerjaan, sehingga apabila pekerjaan telah selesai maka otomatis upah harus dibayar.
      1. Apabila banrang di tangan musta’jir, di mana ia bekerja di tempat penyewa, maka ajir berhak menerima upah setelah menyelesaikan pekerjaannya. Apabila pekerjaannya tidak selesai seluruhnya, melainkan hanya sebagian saja maka ia berhak menerima upah sesuai dengan kadar pekerjaan yang telah diselesaikan.
  1. Berakhirnya Akad Ijarah6
  1. Objek hilang atau musnah,
b)    Tenggang waktu yang dingsepakati dalam akad ijrah telah berakhir,
c)     Wafatnya seorang yang berakad (hanafiah),
d)    Apabila ada zur dari salah satu pihak seperti rumah yang disewakan disita negara karena terkait utang yang banyak, maka akad ijarah batal (hanafiah). Akan tetapi, uzur yang boleh membatalkan akad ijarah hanyalah apabila objeknya cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir (jumhur ulama).
  1. Ijarah Al-Muntahiya Bit Tamlik atau Aplikasi Ijarah di Lembaga Keuangan Syariah7
  1. Pengertian al-ijarah muntahiya bit tamlik
Adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.
  1. Bentuk al-ijarah muntahiya bit tamlik
Al-ijarah muntahiya bit tamlik memiliki banyak bentuk, bergantung pada apa yang disepakati kedua pihka yang berkontrak. Misalnya, ijarah dan janji menjual; nilai sewa yang mereka tentukan dalam ijarah; harga barang dalam transaksi jual; dan kapan kepemilikan dipindahkan.
  1. Aplikasi dalam Perbankan
Bank-bank Islam yang yang mengoperasikan produk ijarah, dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk operating lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya, bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan ijarah muntahiya bit tamlik karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
  1. Manfaat dan Risiko yang Harus Diantisipasi
Manfaat ari transaksi ijarah untuk bank adalah keuntungan sewa dan kembalinya uang pokok. Adapun risiko yang mungkin terjadi dalam ijarah adalah sebagai berikut:
  1. Nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja
  2. Rusak: aset ijarah rusak sehingga menyebabkan biaya pemeliharaan bertambah, terutama bila disebutkan dalam kontrak bahwa pemeliharaan harus dilakukan oleh bank.
  3. Berhenti: nasabah berhenti di tengah kontrak dan tidak mau membeli aset tersebut. akibatnya, bank harus menghitung kembali keuntungan dan mengembalikan sebagian kepada nasabah.
Contoh Aplikasi Akad Ijarah
AKAD IJARAH



NO. 0273.92/IJR/BMT-BIF/IV/2011
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama        : Yudana Octy
Jabatan    : Manager
Alamat      : -
Dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku Manager, dan oleh karenanya berhak untuk dan atas nama serta sah mewakili kepentingan BMT Bina ihsanul Fikri (BIF), yang berkedudukan di Jl. Rejowinangun No.28B Kotagede Yogyakarta, selanjutnya disebut
pihak I.
Nama        : Dirahasiakan
No. KTP   : Dirahasiakan
Pekerjaan : -
Alamat      : -
Untuk dan atas nama diri sendiri dan telah mendapat persetujuan dari suami / istri selanjutnya disebut pihak II.
Bahwa pihak I dan pihak II telah setuju dan mufakat untuk mendatangani dan melaksanakan Akad pembiayaan Ijarah Muntahia bi al tamlik (sewa beli) dengan ketentuan berikut:
1.      Pihak I setuju untuk memberikan pembiayaan sewa beli berupa sewa sepeda motor kepada pihak II, dengan harga Rp. 11.639.600 (Sebelas Juta Enam Ratus Tiga Puluh Sembilan Ribu Enam Ratus Rupiah)
2.      Pihak II mengakui dengan sebenarnya telah menerima amanah pembiayaan sewa tersebut diatas sebagai hutang kepada pihak I dan berjanji akan digunakan secara sungguh-sungguh serta sanggup untu membayar lunas dan penuh sebagaimana mestinya dalam jangka waktu 24 (Dua Puluh Empat) bulan dengan cara pengembalian bulanan dan harus lunas pada tanggal 19 April 2013
3.      Selama masa perjanjian belum barakhir, barang tersebut masih menjadi milik sah pihak I dan setelah perjanjian berakhir, barang tersebut menjadi milik pihak II.
4.      Barang tersebut disewa oleh pihak II dari pihak I seharga pokok Rp. 8.000.000,- (Delapan Juta Rupiah) dengan fee Rp. 3.639.600,- (Tiga Juta Enam Ratus Tiga Puluh Sembilan Ribu Enam ratus Rupiah)
5.      Jumlah angsuran yang harus dibayar oleh pihak II Kepada Pihak I sebagai berikut:
a.       Angsuran pokok                : Rp. 335.350             
b.      Fee                                                : Rp. 151.650
c.       Simpanan wajib                 : Rp.     5.000
d.      Tabungan                          : Rp.   10.000         +
Total Angsuran         : Rp. 500.000
Dan Angsuran pertama akan dibayarkan pada tanggal 19 Mei 2011 selanjutnya angsuran berikutnya akan dibayarkan dengan periode yang sama.
6.      Selam masa perjanjian belum berakhir, barang tersebut masih menjadi milik sah pihak I, namun setelah perjanjian berakhir barang berpindah kepemilikannya kepada pihak II.
7.      Pihak I berhak untuk mendebet rekening Tabungan / Simpanan milik pihak II yang ada pada pihak I untuk angsuran dan pelunasan atau pembayaran kembali pembiayaan yang dimaksud nomor 4 diatas.  Bila terjadi tunggakan 3 kali berturut-turut maka dikenakan sanksi berupa denda 3% kali saldo pokok pembiayaan dan denda tersebut dimasukkan kedalam dana sosial.
8.      Apabila pihak II tidak menyelesaikan pembayaran kembali pembiayaan sebagaimana yang telah dijadwalkan sesuai angsuran yang telah ditetapkan, maka pihak I akan menempuh jalan Musyawarah untuk mufakat guna menyelesaikan kewajiban pihak II dengan jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pembayaran angsuran wajib dilakukan.
9.      Untuk menjamin pembayaran kembali fasilitas pembiayaan pihak II kepada pihak I, maka dengan ini pihak II berjanji, menyatakan dan sepakat menjaminkan kepada pihak I bahwa:
Pihak II menyerahkan jaminan kepada pihak I berupa:
Sepeda Motor dengan bukti jaminan BPKB Sepada Motor dengan Spesifikasi sebagai berikut:
No. Pol            :….                                          No. Rangka     :……
Merk                : Honda                                   No. Mesin       :……
Jenis                : Spm                                       Th Pembuatan :2011
Warna              : Hitam                                    Isi Silinder       :110cc
Nama pemilik :……
Alamat            :…….     
10.  Apabila dalam jangka waktu yang telah disepakati tersebut pada nomor 8 diatas, pihak II belum dapat menyelesaikan kewajibannya maka pihak I akan menarik barang yang telah disewakan tersebut atau meminta kepada Badan Arbitrase yang berkedudukan diwilayah D.I Yogyakarta untuk menarik barang yang disewakan dan diserahkan kepada pihak I atau mengambil tindakan hukum berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku untuk menyelesaikan pembayaran kembali pembiayaan tersebut.
11.  Kedua belah sepakat untuk mengakhiri perjanjian ini apabila pihak II telah mengembalikan seluruh jumlah pembiayaan kepada pihak I termasuk seluruh kewajiban yang harus dibayar  kepada pihak I atau pihak lain yang terkait dari akibat perjanjian ini.
12.  Demikian akad pembiayaan ini dibuat dan ditandatangani dengan sebenarnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, hal-hal yang belum tercantum dan diatur dalam akad ini maka akan dimusyawarahkan bersama.

Yogyakarta, 19 April 2011

Pihak  I                                                Menyetujui                                                      Pihak II

Yudana O.S., SE                               ……………..                                      ………………….
Manager                                              Penjamin                                                         Anggota
Saksi-saksi                                                                              Bukti Transaksi
1. ………………..                                                                  1. Kwitansi
2. ………………..                                                        2. Akad pembiayaan
3. ………………..                                                                  3. Monitoring


Analisis terhadap contoh  aplikasi Akad Ijarah Muntahia Bittamlik
Dari contoh aplikasi kontrak di atas, dapatlah kiranya dilakukan analisis terkait dengan apa yang dimaksudkan di dalamnya. Sehingga dapat melihat keabsahannya sebagai sebuah kontrak Ijarah Muntahia Bittamlik. Dan untuk lebih mempermudah dan lebih mensistematiskan permasalahan, maka analisis ini akan pemakalah kelompokkan menjadi beberapa bentuk, yaitu:
1.      Analisis bentuk akad
Dalam pengamatan pemakalah, bila melihat unsur-unsur yang ada dalam kontrak di atas maka dapat dikategorikan pada bentuk Ijarah Muntahia Bittamlik. Hal ini dikarenakan pada pasal 1-6 pelaksanaan akad yang dilakukan pada BMT Tersebut merupakan bentuk akad sewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan saat akad berakhir. 
2.      Analisis Rukun
Adapun untuk rukun Ijarah Muntahia Bittamlik selanjutnya ditulis (IMBT) tersebut dapat dikatakan sesuai, karena telah memenuhi:
a.       Aqidain, yakni adanya dua pihak, diamana pihak I yang dalam hal ini dalah BMT sebagai Mu’jir (yang menyewakan barang) dan pihak II yang dalam hal ini adalah anggota/nasabah sebagai musta’jir (penyewa).
b.      Obyek sewa, sebagaimana tertera pada pasal I, obyek sewa dalam akad IMBT ini adalah berupa sebuah sepeda motor yang disewakan oleh pihak BMT kepada nasabahnya.
c.       Ajran atau ujrah/ harga sewa atau manfaat sewa sebagaimana tertera dalam pasal 4 dalam hal ini adalah sebesar Rp. 8.000.000.-
d.      Ijab Qabul dalam hal ini pemakalah anggap telah terpenuhi, karena dalam hal ini para pihak telah sepakat dan saling ridha dalam melaksanakan akad IMBT tersebut.
3.      Analisis Syarat
Adapun untuk syarat IMBT tersebut dapat dikatakan sesuai karena telah memenuhi:
a.       Terkait pihak yang berakad, yaitu mua’jir dan musta’jir sudah dapat dianggap sesuai karena dalam hal ini kedua pihak telah memenuhi syarat untuk melekukan akad IMBT tersebut.
b.      Terkait obyek serta ujrah yang ditetapkan juga dapat dikatakan telah sesuai, karena obyek dan ujrah pada akad tersebut telah jelas dan memenuhi syarat obyek atau ujrah  pada akad IMBT
c.       Shighat  Ijab Qabul dalam hal ini pemakalah anggap telah terpenuhi, karena dalam hal ini para pihak telah sepakat dan saling ridha dalam melaksanakan akad IMBT tersebut.






















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada lembaga keuangan syariah sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga   dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.
Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan objek kontrak. 
Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam   ukuran waktu, tempat dan jarak.
Bank- bank islam yang mengoperasikan produk ijarah, dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk Operting Lease maupun Financial Lease. Akan tetapi, pada umumnya bank- bank tersebut lebih banyak menggunakan Ijarah Muntahia Bit- Tamlik, karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.














DAFTAR PUSTAKA


Antonio, Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Pratik,. Jakarta: Gema Insani
Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta:Amzah.


1 Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Pratik, (Jakarta: Gema Insani), 2001, hal: 117
3 Ibid,....
4 Drs. H. Ahmad Wardi Muslich. Fiqh Muamalah. (Jakarta:Amzah), 2010. Hlm. 329
5 Ibid, hl 334
6 Ibid hlm 338
7 Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Pratik, (Jakarta: Gema Insani), 2001, hal: 118

Tidak ada komentar:

Posting Komentar