Selasa, 28 Januari 2014

TEORI INFLASI DALAM ISLAM

BAB 1
PENDAHULUAN
                        Inflasi di dunia ekonomi modern sangat memberatkan masyarakat. Hal ini dikarenakan inflasi dapat mengakibatkan lemahnya efisiensi dan produktifitas ekonomi investasi, kenaikan biaya modal, dan ketidakjelasan ongkos serta pendapatan di masa yang akan datang. Keberadaan permasalahan inflasi dan tidak stabilnya sektor riil dari waktu ke waktu senantiasa menjadi perhatian sebuah rezim pemerintahan yang berkuasa serta otoritas moneter . Lebih dari itu, ada kecendrungan inflasi dipandang sebagai permasalahan yang senantiasa akan terjadi . Hal ini tercermin dari kebijakan otoritas moneter dalam menjaga tingkat inflasi. Setiap tahunnya otoritas moneter senantiasa menargetkan bahwa angka atau tingkat inflasi harus diturunkan menjadi satu digit atau inflasi moderat.
                        Permasalahan tersebut menimbulkan reaksi para ahli ekonomi Islam modern, seperti Ahmad Hasan, Hifzu Rab, dan ‘Umar Vadillo, yang menyerukan penerapan kembali mata uang dînâr dan dirham sebagai jalan keluar penyelesaian kasus-kasus transaksi inflasioner di dunia ekonomi modern. Mereka beralasan bahwa mata uang logam mulia dînâr dan dirham dapat menjamin keamanan transaksi karena keduanya memberikan keseimbangan nilai terhadap setiap komoditas yang ditransaksikan. Gagasan ini memberikan akses terwujudnya ekonomi makro yang kuat dengan dukungan penuh mata uang yang berbasis kekuatan riil materialnya. Terjadinya inflasi dapat mendistorsi harga-harga relatif, tingkat pajak, suku bunga riil, pendapatan masyarakat akan terganggu, mendorong investasi yang keliru, dan menurunkan moral. Maka dari itu, mengatasi inflasi merupakan sasaran utama kebijakan moneter.
                        Pengaruh inflasi cukup besar pada kehidupan ekonomi, inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapat perhatian para ekonom, pemerintah, maupun masyarakat umum. Berbagai teori, pendekatan dan kebijakan dikembangkan supaya inflasi dapat dikendalikan sesuai dengan yang diinginkan. Pada makalah ini akan disampaikan pengertian, teori, dan cara penanggulangan inflasi perspektif Islam.


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Inflasi
            Pengertian inflasi Islam tidak berbeda dengan inflasi konvensional. Inflasi mempunyai pengertian sebagai sebuah gejala kenaikan harga barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Dari pengertian ini, inflasi mempunyai penjelasan bahwa inflasi merupakan suatu gejala dimana banyak terjadi kenaikan harga barang yang terjadi secara sengaja ataupun secara alami yang terjadi tidak hanya di suatu tempat, melainkan diseluruh penjuru suatu negara bahkan dunia. Kenaikan harga ini berlangsung secara berkesinambungan dan bisa makin meninggi lagi harga barang tersebut jika tidak ditemukannya solusi pemecahan penyimpangan – penyimpangan yang menyebabkan terjadinya inflasi tersebut.
Dengan kata lain inflasi dapat didefinisikan sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Dalam wikipedia, inflasi didefinisikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu). Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Al-Maqrizi menyatakan bahwa peristiwa infasi merupakan sebuah fenomena alam yang menimpa kehidupan masyarakat di dunia sejak masa dahulu hingga sekarang, dengan mengemukakan berbagai fakta bencana kelaparan yang pernah terjadi di Mesir.[1] Menurutnya, inflasi terjadi ketika harga harga secara umum mengalami kenaikan dan belangsung terus menerus. Al-Maqrizi membahas permaslahan inflasi secara lebih mendetail. Ia mengklasifikasikan inflasi berdasarkan factor penyebabnya kedalam dua hal, yaitu inflasi yang disebabkan oleh factor alamiah dan inflasi yang disebabkan oleh kesalahan manusia.[2]

2.2  Teori Inflasi Islam
                        Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena empat hal sebagai berikut:
1.   inflasi mengganggu fungsi dari: uang, tabungan (nilai simpan), pembayaran di muka, dan unit penghitungan. Akibat inflasi, orang harus melepaskan diri dari uang dan aset keuangan. Inflasi bisa menyebabkan inflasi lagi (self feeding inflation).
2.   Inflasi melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari masyarakat (turunnya Marginal Propensity to Save).
3.   Inflasi meningkatkan kecenderungan berbelanja terutama untuk non-primer dan barang mewah (naiknya Marginal Propensity to Consume).
4.   Inflasi mengarahkan investasi non-produktif yaitu penumpukan kekayaan (hoarding) seperti: tanah, bangunan, logam mulia, mata uang asing. Inflasi mengorbankan investasi ke arah produktif seperti: pertanian, industrial, perdagangan, transportasi, dan lainnya.

Selain itu, inflasi menimbulkan sejumlah masalah yang berhubungan dengan akuntansi, misalnya:
1.    Inflasi menyebabkan dilema penilaian terhadap aset tetap dan aset lancar dilakukan dengan metode biaya historis atau metode biaya aktual.
2.   Inflasi menyebabkan permasalahan akuntansi dalam hal pemeliharaan modal riil dengan melakukan isolasi keuntungan inflasioner.
3.   Inflasi menyebabkan dibutuhkannya koreksi dan rekonsiliasi operasi (index) untuk mendapatkan kebutuhan perbandingan waktu dan tempat.
                        Islam tidak mengenal istilah inflasi, karena mata uangnya stabil dengan digunakannya mata uang  dinar dan dirham.[3] Penurunan nilai masih mungkin terjadi, yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu mengalami penurunan, diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah yang besar, tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya.[4]
                        Ekonom muslim, Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364M – 1441M), yang merupakan salah satu murid Ibnu Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu inflasi akibat berkurangnya persediaan barang ( Natural inflation) dan inflasi akibat kesalahan manusia (Human Error Inflation).
                        Inflasi jenis pertama inilah yang terjadi pada zaman Rasulullah dan khulafaur Rasyidin,yaitu karena kekeringan atau peperangan. Sementara itu, Inflasi jenis kedua menurut Al-Maqrizi disebabkan oleh tiga hal. Pertama, korupsi dan administrasi yang buruk. Kedua, pajak berlebihan yang memberatkan petani. Ketiga, jumlah uang yang berlebihan.[5]
                        Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364M – 1441M), yang merupakan salah satu murid Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu natural inflation dan human error inflation. 

2.2.1. Inflasi Alamiah (Natural Inflation)
                        Inflasi Alamiah adalah inflasi yang terjadi secara alami, bukan disebabkan oleh berbagai macam penyimpangan yang dilakukan oleh para penguasa negara. Misalnya ketika suatu bencana banjir terjadi, maka akan terjadi gagal panen diberbagai sawah sehingga terjadi kelangkaan bahan makanan dan meningkatnya harga bahan makanan.
                        Menurut Al-Maqrizi, ketika suatu bencana alam terjadi, berbagai bahan makanan dan hasil bumi lainnya mengalami gagal panen, sehingga persediaan barang-barang tersebut mengalami penurunan yang sangat drastis dan terjadi kelngkaan. Di lain pihak, karena sifatnya yang sangat signifikan dalam kehidupan, permintaan terhadap berbagai barang itu mengalami peningkatan. Harga-harga membumbung tinggi jauh melebihi daya beli masyarakat. Hal ini sangat berimplikasi terhadap kenaikan harga berbagai barang dan jasa lainnya. Akibatnya, transaksi ekonomi mengalami kemacetan, bahkan berhenti sama sekali, yang pada akhirnya menimbulkan bencana kelaparan, wabah penyakit, dan kematian di kalangan masyarakat. Keadaan yang semakin memburuk tersebut memaksa rakyat untuk menekan pemerintah agar segera memperhatikan keadaan mereka. Untuk menanggulangi bencana itu, pemerintah mengeluarkan sejumlah dana besar yang mengakibatkan perbendaharaan mengalami penurunan drastis karena, disisi lain, pemerintah tidak memperoleh pemasukan yang berarti. Dengan kata lain, pemerintah mengalami defisit anggaran dan negara,baik secara politik, ekonomi, maupun social, menjadi tidak stabil yang kemudian menyebabkan keruntuhan sebuah pemerintahan.  
                        Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa sekalipun suatu bencana telah berlalu, kenaikan harga-harga tetap berlangsung. Hal ini merupakan implikasi dari bencana alam sebelumnya yang mengakibatkan aktivitas ekonomi, terutama di sector produksi, mengalami kemacetan. Ketika situasi telah normal, persediaan barang-barang yang signifikan, seperti benih padi, tetap tidak beranjak naik, bahkan tetap langka, sedangkan permintaan terhadapnya meningkat tajam. Akibatnya, harga barang-barang ini mengalami kenaikan yang kemudian di ikuti oleh kenaikan harga berbagai jenis barang dan jasa lainnya, termasuk upah dan gaji para pekerja.[6]
                        Ketidakseimbangan permintaan dan penawaran juga pernah terjadi dizaman Rasulullah SAW. Dalam hal ini Rasulullah SAW tidak mau menghentikan atau mempengaruhi pergerakan harga ini sesuai Hadist:
Anas meriwayatkan, ia berkata: Orang-orang berkata kepada Rasulullah SAW, ” Wahai Rasululluah, harga-harga barang naik (mahal), tetapkanlah harga untuk kami”. Rasulullah SAW lalu menjawab,”Allah-lah Penentu harga, Penahan, Pembentang, dan Pemberi riszki. Aku berharap tatkala bertemu Allah, tidak ada seorangpun yang meminta padaku tentang adanya kedhaliman dalam urusan darah dan harta.” 
Untuk menganalisisnya, dapat digunakan perangkat analisis konvensional yaitu persamaan identitas berikut:[7]
MV = PT =Y

Dimana:
      M    : Jumlah uang beredar
      V     : Kecepatan peredaran uang
      P     : Tingkat harga
      T     : Jumlah barang dan jasa
      Y     : Tingkat pendapatan nasioanl (GDP)
      Natural inflation dapat diartikan sebagai berikut:
1)   Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian (T). Misalnya T↓  sedangkan M dan V tetap, maka konsekuensinya P↑.
2)   Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya, nilai ekspor lebih besar daripada nilai impor, sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan M↑  sehingga jika V dan T tetap maka P↑.
Lebih lanjut, jika dianalisis dengan persamaan agregatif :
Dimana :                                  AD = AS
                                                AS = Y
                                    AD = C + I + G + (X – M)
Serta :   Y           = pendapatan nasional
              C           = konsumsi
              I            = investasi
              G           = pengeluaran pemerintah
              (X-M)   = net export
Maka :                                     Y = C + I + G + (X – M)

Natural inflation dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi dua yaitu:
a.       Uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak karena ekxpor meningkat (X↑) sedangkan impor menurun (M↓) sehingga net export nilainya sangat besar yang mengakibatkan naiknya permintaan agregatif (AD↑).
Keadaan ini pernah terjadi pada masa Umar ibn Khatab, pada masa itu ekportir yang menjual barangnya ke luar negeri membeli barang-barang dari luar negeri (impor) lebih sedikit jumlahnya dari barang yang mereka jual (positive net export). Adanya positive net export akan menjadikan keuntungan yang berupa kelebihan uang yang akan dibawa ke Madinah sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat meningkat (AD↑). Naiknya permintaan agregat (AD↑) akan mengakibatkan naiknya tingkat harga (P↑) secara keseluruhan. Untuk mengatasi keadaan ini Umar melarang penduduk Madinah untuk membeli barang-barang atau komoditi selama 2 hari berturut-turut, akibatnya terjadi penurunan permintaan agregatif (AD↓), dan tingkat harga kembali normal.[8]
b. Turunnya tingkat produksi (AS↓) karena terjadinya paceklik, perang ataupun embargo ekonomi. Masa paceklik ini pernah terjadi pada masa Umar ibn Kahatab yang mengakibatkan kelangkaan gandum yang berdampak pada naiknya tingkat harga-harga (P↑).[9]
2.2.2  Human Eror Inflation
        Human error inflation adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia sendiri (QS Ar-Rum ayat 41).




“Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Human Error Inflation dapat dikelompokkan menurut penyebab-penyebabnya sebagai berikut :[10]
a)  Korupsi dan administrasi yang buruk (corruption and bad administration).
               Pengangkatan para pejabat yang berdasarkan suap, nepotisme, dan bukan karena kapabilitas akan menempatkan orang-orang pada berbagai jabatan penting dan terhormat yang tidak mempunyai kredibilitas. Mereka yang mempunyai mental seperti ini, rela menggadaikan seluruh harta milik untuk meraih jabatan, kondisi ini juga akan berpengaruh ketika mereka berkuasa, para pejabat tersebut akan menyalahgunakan kekuasaannya untuk meraih kepentingan pribadi, baik untuk menutupi kebutuhan finansial pribadi atau keluarga atau demi kemewahan hidup. Akibatnya akan terjadi penurunan drastis terhadap penerimaan dan pendapatan Negara.
               Korupsi akan mengganggu tingkat harga, karena para produsen akan menaikkan harga jual barangnya untuk menutupi biaya-biaya siluman yang telah mereka keluarkan. Dimasukkannya biaya siluman dalam biaya produksi (cost of goods sold) akan menaikkan total biaya produksi. ATC dan MC menjadi ATC2 dan MC2. Sehingga harga jual menjadi naik dari P menjadi P2. Hal ini menjadi tidak mereflleksikan nilai sumber daya sebenarnya yang digunakan dalam proses produksi.
                        Harga terdistorsi oleh komponen yang seharusnya tidak ada. Hal ini menyebabkan terjadinya ekonomi biaya tinggi (high cost economy) dan pada akhirnya terjadi inefisiensi alokasi sumber daya yang merugikan masyarakat.
                        Jika merujuk pada persamaan AS-AD, terlihat korupsi dan administrasi pemerintahan yang buruk menyebabkan kontraksi pada kurva penawaran agregatif.
                        Selain menyebabkan inefisiensi dan ekonomi biaya tinggi, korupsi dan kelemahan administrasi sangat membahayakan perekonomian yakni terjerat pada spiralling inflation atau hyper inflation.


b)   Pajak yang berlebihan (excessive tax)
                        Efek yang ditimbulkan oleh pajak yang berlebihan pada perekonomian hampir sama dengan efek yang ditimbulkan oleh korupsi dan administrasi yang buruk yaitu kontraksi pada kurva penawaran agregatif . Namun, jika dilihat lebih jauh, excessive tax mengakibatkan apa yang dinamakan para ekonom dengan efficiency loss atau dead weight loss.[11]

c)    Pencetakan uang untuk menarik keuntungan (Escessive Seignorage).  
                        Ketika terjadi defisit anggaran baik sebagai akibat dari kemacetan ekonomi, maupun perilaku buruk para pejabat yang menghabiskan uang negara, pemerintah melakukan percetakan uang fulus secara besar-besaran. Ibn al-Maqrizi berpendapat bahwa percetakan uang yang berlebihan akan mengakibatkan naiknya tingkat harga (P↑), menurunnya nilai mata uang secara drastis, akibatnya uang tidak lagi bernilai.
                        Menurut al-Maqrizi kenaikan harga komoditas adalah kenaikan dalam bentuk jumlah uang (fulus), sedangkan jika diukur dengan emas (dinar ), harga-harga komoditas itu jarang sekali mengalami kenaikan. Uang sebaiknya dicetak hanya pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk bertransaksi dan dalam pecahan yang mempunyai nilai nominal yang kecil.

2.3 Langkah – langkah Penanggulangan Inflasi dalam Islam
                        Dalam konsepsi Islam, orientasi ekonomi haruslah memperjuangkan nasib rakyat kecil serta kesejahteraan rakyat banyak, yang dalam teori ushul  fiqh dinamakan al maslahah al ammah. Sedangkan mekanisme yang digunakan untuk mencapai kesejahteraan itu tidaklah ditentukan format dan bentuknya. Oleh karena itu, sistem kapitalisme yang tidaklah bertentangan dengan Islam, dapat dijadikan rujukan dalam pengambilan kebijakan dalam penanggulangan inflasi.
                        Inflasi dapat menguntungkan golongan masyarakat tertentu tetapi merugikan golongan lain.  Karenanya setiap negara berusaha menghindari inflasi dengan menerapkan berbagai kebijakan. Kebijakan –kebijakan tersebut antara lain :
2.4 Kebijakan Moneter
                        Kebijakan ini adalah kebijakan yang berasal dari bank sentral dalam mengatur jumlah uang yang beredar melalui instrument-instrumen moneter yang dimiliki oleh bank sentral. Melalui instrument ini diharapkan peredaran uang dapat diatur dan inflasi dapat di kendalikan sesuai dengan yang telah ditargetkan sebelumnya. Terdapat tiga kebijakan yang dapat di tempuh bank sentral dalam mengatur inflasi :
a.   Kebijakan Diskonto. Kebijakan diskonto (discount policy) adalah kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uanng dengan jalan menaikkan dan menurunkan tingkat bunga. Kaitannya dengan bank syari'ah yaitu dengan jealan menaikkan dan menurunkan tingkat nisbah bagi hasil.
b.   Operasi Pasar Terbuka. Yaitu dengan jalan membeli dan menjual surat-surat berharga.
c.   Kebijakan Persediaan Kas (cash ratio policy). Yaitu kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan presentasi persediaan kas dari bank.
                               Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus stabilitas, Islam tidak menggunakan instrument bunga atau ekspansi moneter melalui pencetakan uang baru atau deficit anggaran. Yang dilakukan adalah mempercepat perputaran uang dan pembangunan infrastruktur sector rill. Syekh Abdul Qadim Zallum mengatakan bahwa, system moneter atau keuangan adalah sekumpulan kaidah pengadaan dan pengaturan keuangan dalam suatu Negara. Yang paling penting dalam setiap keuangan adalah penentuan satuan dasar keuangan dimana kepada satuan itu dinisbahkan seluruh nilai-nilai berbagai mata uang lain. Variabel yang harus diformulasikan dalam kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian islam adalah stok uang, bukan tingkat suku bunga. Bank Islam harus mengarahkan kebijakan moneternya untuk mendorong pertumbuhan dalam penawaran uang yang cukup untuk membiayai pertumbuhan potensial dalam output jangka menengah dan jangka panjang demi mencapai harga yang stabil dan tujuan-tujuan sosio-ekonomi Islam. Sasarannya haruslah untuk menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan social. Tingkat pertumbuhan yang ingin dicapai haruslah yang stabil, realistis dan dapat bertahan dalam jangka menengah maupun panjang, bukan yang tidak realistis dan naik turun.[12]

2.5  Kebijakan Fiskal
1.    Pengaturan Pengeluaran Pemerintah. Pemerintah harus menjaga penggunaan anggaran negara agar sesuai dengan perencanaan. Sehingga tidak melampaui batas yang telah direncanakan yang dapat mendorong pertambahan uang beredar dan sebaliknya.
2.    Peningkatan dan Penurunan Tarif Pajak. Dengan mengontrol kebijakan mengenai tarif pajak dapat menstabilkan daya beli masyarakat dan kemampuan produksi barang dan jasa.
                        Dalam perspktif Islam kebijakan fiskal mempunyai peran penting, hal ini didasarkan pada alas an-alasan sebagai berikut: Peran kebijakan fiskal relative dibatasi, dua hal yang mendasarinya; 1) Tingkat bunga yang tidak mempunyai peran sama sekali dalam ekonomi islam, 2) Islam tidak memperbolehkan perjudian karena dapat menimbulkan berbagai praktek perjudian yang mengandung spekulasi (untung-untungan). Pemerintah Islam harus lebih keras dan tegas dalam menjamin bahwa pungutan atas zakat dapat dikumpulkan dari setiap muslim yang mempunyai kelebihan harta yang telah mencapai nishab.
                        Tujuan dari kebijakan fiskal dalam islam adalah untuk menciptakan stabilitas ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pendapatan, ditambah dengan tujuan lain yang terkandung dalam aturan Islam yaitu Islam menetapkan pada tempat yang tinggi akan terwujudnya persamaan dan demokrasi sesuai dengan QS. 59:7
 







“Apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”
Ekonomi Islam akan dikelola untuk membantu dan mendukung ekonomi masyarakat yang terbelakang dan untuk memajukan serta menyebarkan ajaran islam seluas mungkin.[13]
                        Masih menurut Majid, dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi ada beberapa instrument yang digunakan, yaitu : Penggunaan kebijakan fiskal dalam menciptakan kesempatan kerja, hal ini mungkin saja apabila investasi tidak hanya digunakan untuk menutupi kesenjangan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi agregat, maka harapan yang tinggi terhadap tingkat keuntungan dapat dicukupi dengan mengajak para pengusaha untuk ikut membuka investasi baru yang akan menyerap banyak tenaga kerja. Hal yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah menari beban atas harta yang menganggur, sehingga akan mendorong masyarakat untuk menginvestasikan dananya lewat tabungan atau deposito dengan tanpa menggunakan tingkat bunga tetapi melalui bagi hasil, semua ini akan merangsang para pengusaha karena dalam berusaha tidak akan terbebani oleh beban bunga yang tinggi.[14]

2.6  Kebijakan Lain
1.   Peningkatan Produksi. Meski jumlah uang beredar bertambah jika di iringi dengan peningkatan produksi, maka tidak akan menyebabkan inflasi. Bahkan hal ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan ekonomi.
2.   Kebijakan Upah. Inflasi dapat diatasi dengan menurunkan pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) masyarakat.
3.   Pengawasan Harga. Kecenderungan dinaikkannya harga oleh pengusaha dapat diatasi dengan adanya pengawasan harga pasar.

2.7  Perbaikan Prilaku Masyarakat
                        Dalam mengatasi inflasi, selain kebijakan-kebijakan di atas perlu adanya perbaikan prilaku masyarakat. sesungguhnya stabilitas nilai mata uang tidak didasarkan kepada zat mata uang, sehingga berefek pada tindakan revolusioner yang mengubah seluruh zat mata uang dari kertas ke logam mulia emas dan perak, melainkan dengan perbaikan perilaku ekonomi manusia yang berada di sekitar mata uang tersebut.
                        Ciri kerusakan mata uang dînâr-dirham dan mata uang kertas adalah sama, yakni sama-sama diakibatkan oleh perilaku ekonomi yang destruktif. Mata uang dînâr-dirham pernah rusak karena penimbunan dan pemalsuan, sedangkan mata uang kertas pernah rusak karena pembungaan dan spekulasi. Krisis moneter di akhir tahun sembilan puluhan dan krisis global yang terjadi baru-baru ini, bersumber dari pembungaan dan spekulasi tersebut.
                        Sedangkan menurut M. Hatta setidaknya ada tujuh kebijakan moneter Islam yang dapat mengendalikan inflasi baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: Dinar dan dirham sebagai mata uang, hukum jual beli mata uang asing, hukum pertukaran mata uang, hukum bunga, hukum pasar modal, hukum perbankan, hukum pertukaran internasional, dan otoritas kebijakan moneter.



BAB 3
KESIMPULAN


                        Inflasi merupakan suatu gejala dimana banyak terjadi kenaikan harga barang yang terjadi secara sengaja ataupun secara alami yang terjadi tidak hanya di suatu tempat, melainkan diseluruh penjuru suatu negara bahkan dunia. Kenaikan harga ini berlangsung secara berkesinambungan dan bisa makin meninggi lagi harga barang tersebut jika tidak ditemukannya solusi pemecahan penyimpangan – penyimpangan yang menyebabkan terjadinya inflasi tersebut. Inflasi digolongan menjadi dua golongan, yaitu natural inflation dan human error inflation. 

                       





DAFTAR PUSTAKA

Karim , Adiwarman Aswar. (2010). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Rajawali Pers: Jakarta.
Huda, Nurul dkk.(2009). “Ekonomi Makro Islam”; Pendekatan Teoritis. Kencana:  Jakarta
Reksoprayitno, Soediyono. (2000). “Ekonomi Makro”; Analisis IS-LM dan Permintaan-Penawaran Agregatif. BPFE-Yogyakarta: Yogyakarta.
Karim, Adiwarman Aswar. (2001). “Ekonomi Islam”; Suatu Kajian Kontemporer. Gema Insani Pers: Jakarta.
Karim, Adiwarman. (2005). “Mata Uang Islami”; Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.











[1] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 424.
[2] Ibid. 424-425
[3] Nurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam; Pendekatan Teoritis (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 189
[4] Ibid. 190
[5] Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam; Suatu Kajian Kontemporer (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 67-68
[6] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 425-426.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 435.

[11] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 436.

[12] Nurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam; Pendekatan Teoritis (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 193-194

[13] Nurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam; Pendekatan Teoritis (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 193-191

[14] Nurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam; Pendekatan Teoritis (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 193-191

Tidak ada komentar:

Posting Komentar