Selasa, 06 Agustus 2013

HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bukankah telah kita ketahui bahwa Al-Qur’an merupakan sumber dari segala hukum, namun tidak cukup juga jika kita hanya sekedar memahami Al-Qur’an secara global. Dengan begitu diperlukan adanya tuntunan untuk menggali kembali sumber dari ajaran agama Islam yang mana adalah mengutus seorang utusan yang menjadi referensi tepat untuk dijadikan dasar sumber semua perilaku dan tindakan umat Islam.
Karena sebagian besar umat Islam telah memiliki kesepakatan dengan menetapkan sumber ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ah-Hasyir ayat 7, yang artinya :
“ Apa-apa yang disampaikan oleh Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa-apa yang dilarang-Nya bagimu, maka tinggalkanlah. “


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Istilah Seputar Hadits
Hadits disebut juga dengan sunnah artinya cara atau jalan untuk melakukan yang baik maupun yang buruk, ini adalah menurut bahasa sedangkan menurut istilah adalah apa saja yang disandarkan pada Rasulullah nabi Muhammad SAW, baik berupa ucapan, perbuatan, taqrir atau sifat beliau.[1]
Menurut Ibnu Mansyur, Hadits itu berasal dari Bahasa Arab yang berasal dari kata Al-Hadist, secara etimologi kata ini memiliki arti banyak yang diantaranya: [2]
1.      Al-Jadid ( sesuatu yang baru )
2.      Al-Khobar ( yang berarti kabar atau berita )
Kemudian menurut termologi atau istilahnya Hadits dirumuskan mempunyai arti yang berbeda-beda di antara para Ulama’. Perbedaan pandangan ini lebih disebabkan oleh terbatas dan luasnya objek tujuan masing-masing. Tapi yang tentunya tiap Ulama’ memiliki kecenderungan. Ulama’ Hadist mendefinisikan Hadist sebagai berikut:
“ Hadits yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, selain Al-Qur’an Al-Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir maupun sifat nabi yang bersangkut-paut dengan hukum syara’.” [3]
Hadist sebagaimana yang telah disebutkan tadi yaitu disebut juga dengan As-Sunnah, yang mana As-Sunnah menurut etimologi artinya : [4]
___________________________________________________________________________________________________
[1] Tim Kajian Quantum Media. 1 jam Mahir Hadits. PT Java Pustaka Media Utama. 2010. Hlm 1
[2] DR. Badri Khairuman, M.Ag.Ulum Al-Hadits. CV Pustaka Setia. Bandung. 2010. Hlm 60-61
[3] Ibid.
[4] Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Kedudukan As-sunnah dalam Syariat Islam. Pustaka At-Taqwa. Bogor. 2005. Hlm 6
a.       Menerangkan
b.      Sirah, Tabi’at, jalan
c.       Sunnah dari Allah atau hukum, perintah dan larangannya.
As-Sunnah menurut istilah Syariat ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan) sifat serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri’ (penyariatan) bagi umat Islam. [5]
Ada pula yang menyatakan hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan, dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan atau hukum dalam agama Islam. Hadist dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur’an, Ijma, Qiyas, dalam hal ini kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an.[6]
Kita sering membaca dan mendengar hadits - hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Ketika hadits - hadits tersebut disebutkan, tidak sedikit istilah yang berkaitan dengan hadits mungkin tidak kita pahami. Sehingga dikhawatirkan bahwa maksud atau makna yang diinginkan dalam hadits tidak dipahami dengan benar. Atau hadits yang sebenarnya tidak sah dijadikan dasar dalam ibadah, tetap diambil karena kejahilan terhadap istilah hadits.
Beberapa istilah hadits yang sering kita baca atau dengar dalam kajian – kajian Islam, di antaranya :
a.       Istilah Kitab Kumpulan Hadits:
•    Shahihain  adalah kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Setiap hadits yang diketengahkan oleh keduanya secara bersama melalui seorang sahabat disebut Muttafaq Alaih.
•    Sittah adalah enam kitab hadits yakni Shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim), Sunan Imam Abu Dawud, Sunan Imam Tirmidzi, Sunan Imam An-Nasa-i, dan Sunan Imam Ibnu Majah.
___________________________________________________________________________________________________
[5] Ibid. Hlm 10
[6] http://opi.110mb.com/haditsweb/pendahuluan/pengertian_hadits.htm
•    Arba'ah adalah mulai dari Abu Dawud hingga Ibnu Majah yang masing masing memiliki kitab Sunan. Akan tetapi, ada sebagian ulama yang tidak  memasukan Imam Ibnu Majah kedalam Arba'ah dan menggantinya dengan Al-Muwaththa'  atau dengan Musnad Ad-Darimi.
•    Sab'ah adalah terdiri dari Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah.
•    Khamsah adalah terdiri dari Imam Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah. Arba'ah terdiri dari Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah.
•    Tsalaatsah adalah terdiri dari Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasai. Muttafaq 'Alaih terdiri dari Imam Bukhari dan Muslim.
b.      Istilah dalam Hadits
•    Matan adalah materi hadits yang berakhir dengan sanad.
•    Sanad adalah para perawi yang menyampaikan kepada matan.
•    Isnad adalah rentetan sanad hingga sampai ke matan
Contoh : Dalam hari yang diriwayatkan dari Muhammad Ibnu Ibrahim, dari Alqamah ibnu Waqqash, dari Umar Ibnu Khaththab bahwa Rasullullah Shallallahu 'alaihi wasallam  pernah bersabda: “Sesungguhnya semua amal perbuatan itu tergantung niatnya.”
Dalam hadits ini :
•    Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam : “Sesungguhnya semua amal perbuatan itu tergantung niatnya” disebut matan.
•    Sanad adalah diri para perawi dan yang mengisahkan sanad disebut isnad.
•    Musnad adalah hadits yang isnadnya mulai dari permulaan hingga akhir berhubungan, dan kitab yang menghimpun hadits hadits setiap perawi secara tersendiri, seperti kitab Musnad Imam Ahmad.
•    Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadits berikut isnadnya.
•    Al Muhaddits adalah orang yang ahli dalam bidang hadits dan menekuninya secara riwayat dan dirayah (pengetahuan).
•    Al-Haafizh adalah orang yang hafal seratus ribu buah hadits baik secara,matan maupun isnad.
•    Al-Hujjah adalah orang yang hafal tiga ratus ribu hadits.
•    Al-Haakim adalah orang yang menguasai sunnah tetapi tidak memfatwakannya melainkan sedikit.
c. Pembagian Hadits
Hadits bila ditinjau dari segi thuruq (jalur periwayatannya) terbagi menjadi : muttawatir dan ahad.
8Hadits Muttawatir adalah hadits yang memenuhi empat syarat, yaitu:
    * Diriwayatkan oleh segolongan orang yang banyak jumlahnya.
    * Menurut kebiasaan mustahil mereka sepakat dalam kedustaan.
    * Mereka meriwayatkannya melalui orang yang semisal mulai dari permulaan hingga akhir.
    * Hendaknya musnad terakhir dari para perawi berpredikat hasan (baik).
Hadits muttawatir dapat memberikan faedah ilmu yang bersifat dharuri, atau dengan kata lain ilmu yang   tidak   dapat ditolak lagi kebenarannya. Contoh hadits muttawatir adalah hadits yang mengatakan :  'Barang siapa yang berdusta terhadapku atau atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah dia bersiap siap menempati tempat duduknya dari api neraka.'

8 Hadits Ahad adalah hadits yang di dalamnya terdapat cacat pada salah satu syarat muttawatirnya. Hadits ahad dapat memberikan faedah yang bersifat zhan dan adakalanya dapat memberikan ilmu yang bersifat nazhari (teori) apabila dibarengi dengan bukti yang menunjukkan kepadanya.    
Pembagian hadits ahad ada tiga yaitu :
1. Sahih adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil, memiliki hafalan yang sempurna sanad nya muttashil (berhubungan dengan yang lainnya) lagi tidak mu'allal (tercela) dan tidak pula syadz  (menyendiri).
    * Adil ialah adil riwayatnya, yakni seorang muslim yang telah aqil baliq, bertaqwa dan menjauhi semua dosa dosa besar. Pengertian adil ini mencakup laki-laki, wanita, orang merdeka dan budak belian.
    * Dhabth ialah hafalan. Ada dua macam dhabth yaitu :  'dhabth shard ialah orang yang bersangkutan hafal semua hadits yang diriwayatkannya di luar kepala dengan baik. Dan ' dhabth kitab yaitu orang yang bersangkutan memelihara pokok hadits yang dia terima dari gurunya dari perubahan perubahan (atau dengan kata lain text-book).
    * Mu'allal ialah hadits yang dimasuki oleh suatu 'illat (cela) yang tersembunyi hingga mengharuskannya dimauqufkan (diteliti lebih mendalam).
    * Syadz adalah hadits yang orang tsiqah (yang dipercaya) nya berbeda dengan orang yang lebih tsiqah darinya.
2. Hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil. hafalannya kurang sempurna tetapi sanad nya muttashil lagi tidak mu'allal dan tidak pula syadz. Apabila hadits hasan ini kuat karena didukung oleh satu jalur atau dua jalur periwayatan lainnya, maka predikatnya naik menjadi shahih lighairihi.
3. Dha'if adalah hadits yang peringkatnya dibawah hadits hasan dengan pengertian karena didalamnya terdapat cela pada salah satu syarat hasan. Apabila hadits dha'if menjadi kuat karena didukung oleh jalur periwayatan lainnya atau sanad lainnya maka predikatnya naik menjadi hasan lighairihi.        
Shahih dan hasan keduanya dapat diterima. Dha'if ditolak maka tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, kecuali dalam masalah keutamaan beramal tetapi dengan syarat predikat dha'ifnya tidak terlalu parah dan subyek yang diketengahkan masih termasuk ke dalam pokok syariat, serta tidak berkeyakinan ketika mengamalkannya sebagai hal yang telah ditetapkan melainkan tujuan dari pengamalannya hanyalah untuk bersikap hati-hati dalam beramal.

Hadits bila ditinjau dari perawinya terbagi menjadi :
a.    hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, tetapi masih belum memenuhi syarat muttawatir. Terkadang diucapkan pula terhadap hadits yang telah terkenal hingga menjadi buah bibir, sekalipun hal itu maudhu' (palsu).
b.    hadits 'aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi saja, sekalipun masih dalam satu thabaqah (tingkatan) karena sesungguhnya jumlah perawi yang sedikit pada mayoritasnya dapat dijadikan pegangan dalam bidang ilmu ini.
c.    hadits gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi sekalipun dalam salah satu thabaqah. Hadits gharib terbagi menjadi dua macam yaitu : '  gharib muthlaq yang artinya hadits yang kedapatan menyendiri dalam pokok sanadnya. Dan '  gharib nisbi yang artinya hadits yang kedapatan menyendiri pada sanad selanjutnya.
Hadits terbagi pula menjadi dua bagian lainnya yaitu maqbul dan mardud :
a.      hadits maqbul adalah hadits yang dapat dijadikan hujjah yang didalamnya terpenuhi syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan. Hadits maqbul terbagi menjadi empat yaitu :
    * shahih lidzatihi yaitu  hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, sempurna hafalannya, muttashil  sanadnya, tidak mu'allal dan tidak pula syadz. Shahih lidzatihi ini berbeda beda peringkatnya menurut perbedaan sifat yang telah disebutkan tadi.
    * shahih lighairihi yaitu hadits yang mengandung sebagian sifat yang ada pada hadits maqbul, paling sedikit. Akan tetapi dapat ditemukan hal hal yang dapat menyempurnakan kekurangannya itu, seumpamanya ada hadits yang sama diriwayatkan melalui satu atau banyak jalur lainnya.
    * hasan lidzatihi yaitu hadits yang dinukil oleh seseorang yang adil, ringan hafalannya (kurang sempurna) muttashil sanadnya, melalui orang yang semisal dengannya, hanya tidak mu'allal dan tidak pula syadz.
    * hasan lighairihi yaitu hadits yang masih ditangguhkan penerimaannya tetapi telah ditemukan di dalam nya hal hal yang menguatkan segi penerimaannya. Contohnya ialah hadits yang didalam sanadnya terdapat orang yang keadaannya masih belum diketahui atau orang yang buruk hafalannya. 
Hadits Maqbul pun terbagi menjadi :
    * Muhkam yaitu hadits yang tidak ada hadits lain yang menentangnya.
    * Mukhtalaf yaitu haidts yang didapatkan ada hadits lain yang menentangnya tetapi masih dapat digabungkan diantara keduanya.
    * Nasikh yaitu hadits yang datang kemudian isinya menentang hadits yang semisal.
    * Rajih yaitu hadits yang dapat diterima, kandungannya menentang hadits yang semisal yang mendahuluinya karena adanya penyebab yang mengharuskan demikian, sedangkan menggabungkan keduanya tidak mungkin, lawan dari rajah ialah marjuh.
b. hadits mardud adalah  hadits yang didalamnya tidak terpenuhi syarat-syarat shahih dan hasan . Hadits mardud ini tidak dapat dijadikan hujjah dan terbagi pula menjadi dua bagian yaitu :
1. Mardud yang disebabkan adanya keguguran dalam isnad (sanad)nya, terbagi menjadi lima macam :
    * mu'allaq yaitu hadits yang dari awal sanadnya gugur seorang perawi, dan termasuk ke dalam hadits mu'allaq ialah hadits yang semua sanadnya dibuang.
    * mursal yaitu hadits yang dinisbatkan oleh seorang tabi'in kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam.
    * mu'adhdhal yaitu hadits yang gugur darinya dua orang perawi secara berturut turut.
    * munqathi yaitu haidts yang gugur darinya seorang atau dua orang perawi, tetapi tidak berturut turut.
    * mudallas yaitu hadits yang terdapat keguguran didalamnya tetapi tersembunyi, sedangkan ungkapan periwayatnya memakai istilah 'an (dari). Contohnya dia menggugurkan nama gurunya, lalu menukil dari orang yang lebih atas daripada gurunya dengan memakai ungkapan yang memberikan pengertian kepada si pendengar bahwa hal itu dinukilnya secara langsung, contoh ini dinamakan mudallas isnad. Adakalanya, nama gurunya tidak digugurkan, tetapi gurunya itu digambarkan dengan sifat yang tidak dikenal, contoh seperti ini dinamakan mudallas syuyukh. Adakalanya, dia menggugurkan seorang perawi dha'if di antara dua orang perawi yang tsiqah, contoh ini dinamakan  mudallas taswiyah.
2. Mardud karena adanya cela terbagi menjadi empat macam :
    * maudhu' yaitu hadits yang perawinya dusta mengenainya.
    * matruk yaitu hadits yang celanya disebabkan perawi dicurigai sebagai orang yang dusta.
    * munkar yaitu hadits yang celanya karena kebodohan siperawinya atau karena kefasikannya.
    * mu'allal yaitu hadits yang celanya karena aib yang tersembunyi, tetapi lahiriahnya selamat, tidak tampak aib. Termasuk kedalam kategori tercela ialah yang disebabkan idraj (kemasukan).
Jenis ini ada dua macam :
a. mudraj matan ialah hadits yang didalamnya ditambahkan sebagian dari lafazh perawi, baik pada permulaan, tengah-tengah atau bagian akhirnya. Adakalanya untuk menafsirkan lafazh yang gharib (sulit)  seperti yatahannatsu (yata'abbadu) yang artinya beribadah.
b. mudraj isnad ialah hadits yang didalamnya ditambahkan isnadnya seperti menghimpun beberapa sanad dalam satu sanad tanpa penjelasan.
             
        Termasuk kedalam pengertian tha'n (cacat) ialah qalb, yaitu hadits yang maqlub (terbalik) disebabkan seorang perawi bertentangan dengan perawi lain yang lebih kuat  darinya karena mendahulukan atau mengakhirkan sanad atau matan. Termasuk pula kedalam pengertian tha'n ialah idhthirab yakni hadits yang  mudhtharib yaitu hadits yang perawinya bertentangan dengan perawi lain yang lebih kuat dari padanya dalam sanad, matan atau dalam kedua-duanya, padahal tidak ada murajjih (yang menentukan mana yang                 lebih kuat dari pada keduanya) sedangkan menggabungkan keduanya merupakan hal yang tidak dapat  dilakukan.
          Termasuk kedalam pengertian tha'n ialah tashhif yaitu hadits mushahhaf dan tahrif (hadits muharraf). Hadits mushahhaf ialah cela yang ada padanya disebabkan seorang  perawi bertentangan dengan perawi lainnya yang lebih kuat dalam hal titik. Jika ada pertentangan itu dalam hal harakat, maka dinamakan hadits muharraf.
Termasuk kedalam pengertian tha'n ialah jahalah, juga disebut ibham (misteri), bid'ah, syudzudz, dan ikhtilath.
    * hadits mubham ialah hadits yang didalamnya ada seorang perawi atau lebih yang tidak disebutkan namanya.
    * hadits mubtadi' ialah jika bid'ahnya mendatangkan kekufuran, maka perawinya tidak dapat diterima, jika  bid'ahnya menimbulkan kefasikan, sedangkan perawinya orang yang adil dan tidak menyeru kepada bid'ah tersebut, maka haditsnya dapat diterima.
    * hadits syadz ialah hadits yang seorang perawi tsiqahnya bertentangan dengan perawi yang lebih tsiqah darinya. Lawan kata dari hadits syadz ialah hadits mahfuzh, yaitu hadits yang seorang perawi tsiqahnya bertentangan dengan hadits perawi lainnya yang tsiqahnya masih berada di bawah dia.
    * hadits mukhtalath ialah hadits yang perawinya terkena penyakit buruk hafalan disebabkan otaknya terganggu, misalnya akibat pengaruh usia yang telah lanjut  (pikun). Hukum haditsnya dapat diterima sebelum akalnya terganggu oleh buruk hafalannya, adapun sesudah terganggu tidak dapat diterima. Jika tidak dapat dibedakan antara zaman sebelum terganggudan zaman sesudahnya, maka senuanya ditolak.
Hadits bila dipandang dari segi matan dan sanad terbagi menjadi :
    * hadits marfu' ialah hadits yang disandarkan kepada Rasullullah saw baik secara terang terangan maupun secara hukum.
    * hadits mauquf ialah hadits yang sanadnya terhenti sampai kepada seorang sahabat tanpa adanya tanda tanda yang menunjukan marfu', baik secara ucapan maupun perbuatan.
    * hadits maqthu' ialah hadits yang isnad (sanad) nya terhenti sampai kepada seorang tabi'in.
    * hadits muthlaq ialah hadits yang bilangan perawinya sedikit bila dibandingkan dengan sanad lainnya dan sanad sampai kepada Rasullullah saw. Lawan dari al-muthlaq ialah hadits nazil muthlaq.
    * hadits al nasabi ialah hadits yang perawinya sedikit bila dibandingkan dengan sanad lainnya dan berakhir sampai kepada seorang imam terkenal seperti Imam Malik, Imam Syafi'ie, Imam Bukhari dan Imam Muslim.
    * hadits nazil nasabi ialah lawan haidts al nasabi. Hadits al nasabi lebih ke shahih karena kekeliruannya sedikit. Hadits nazil nasabi ini tidak disukai kecuali karena keistimewaan  khusus yang ada padanya.

B.     Posisi Hadits
Hadits di sini mempunyai posisi dan fungsi Al-Hadist atau yang disebut juga dengan As-Sunnah ini yang menjadi sumber agama Islam selain dari Al-Qur’an sehingga kedudukan As-Sunnah menjadi penting. Sebagaimana firman Allah:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya :
“ Katakanlah jika kamu ( benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Ali Imron : 31 ) [7]
Kesepakatan umat Islam bahwa apa saja yang datang dari Rasulullah baik ucapan, perbuatan, taqrir yang sampai kepada kita maka wajib bagi kita untuk menerimanya dan menjalankannya karena As-Sunnah atau Hadist mempunyai kedudukan sebagai sumber pembentukan
hukum Islam yang oleh para Ulama’ dan Mujtahidin dijadikan sebagai rujukan Istinbath dalam hukum syariah, dengan kata lain hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an yang fungsinya sebagai hukum dan perundang-undangan yang harus ditaati. [8]
            Seluruh ayat yang terhimpun dalam Mushaf Al-Qur’an tidak dipermasalahkan oleh umat Islam tentang periwayatannya. Seluruh lafadz-lafadz yang tersusun dalam setiap ayat tidak pernaj mengalami perubahan baik pada zaman nabi maupun sesudah zaman nabi, jadi kajian yang banyak dilakukan oleh umat Islam terhadap Al-Qur’an adalah kandungan dan aplikasinya, serta yang berhubungan dengannya.
            Oleh karena itu, Al-Qur’an diyakini oleh umat Islam sebagi firman Allah yang telah teruji reputasi kemukjizatannya. Al-Qur’an juga telah mengikis habis keraguan orang-orang yang tidak mempercayainya, dan ternyata mereka tidak mampu menandinginya.
Sebagaiumana yang telah diungkap oleh Al-Qur’an yang artinya:
“Katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumppul untuk membuat yang serupa ( dengan) Al-Qur’an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya sekalipun mereka saling mebantu satu sama lain.”
           


___________________________________________________________________________________________________
[7] Tim Penyusun Studi Islam IAIN Sunan Ampel. Pengantar Studi Islam. Sunan Ampel Press. Surabaya. 2010.
[8] Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Kedudukan as-Sunnah dalam Syariat Islam. Pustaka At-Taqwa. Bogor. 2005. Hlm 27-28
Berbicara tentang kedudukan Hadist disamping Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam, Al-Qur’an merupakan sumber pertama, sedangkan Hadist menempati sumber kedua, bahkan sulit dipisahkan antara Al-Qur’an dan Hadist Nabi, karena kedua-duanya adalah wahyu. Hanya saja yang pertama wahyun matluwun sedangkan yang kedua wahyun ghairu matluwun, posisi Hadist seperti itu tidak hanya dijelaskan oleh Nabi tetapi juga dijelaskan oleh Allah SWT yang antara lain tecantum dalam Al-Qur’an.[9]
            Keterangan yang kami sampaikan tentang fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an, untuk melengkapi bahan penjelas ini diambil berdasarkan bunyi firman Allah SWT yang artinya :
“Dan kami telah turunkan Az-Zikr ( Al-Qur’an)agar kamu menerangakan pada umat manusia.”

C.     Fungsi Hadits
1.       Bayan At- Taqrir
      Bayan At-Taqrir ini juga bisa disebut dengan Bayan At-Ta’fid yang artinya menetapakan dan memperkuat apa yang telah diterangkan dalam Al-Qur’an, kemudian disinilah fungsi dari sebuah Hadits untuk memperkokoh isi kandungan dalam Al-Qur’an.[10]
Contohnya:
8H.R, Muslim yang berbunyi : “ Apabila kalian melihat bulan (tanggal 1 Ramadhan)maka berpusalah dan apabila melihat bulan (tanggal 1 Syawal)maka berbukalah.” (H.R Muslim)
      Hadits diatas tersebut dapat mentaqrir sebagian ayat 185 surat Al-Baqarah yang berbunyi :
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ


___________________________________________________________________________________________________
[9] DR. Badri Khairuman, M.Ag.Ulum Al-Hadits. CV Pustaka Setia. Bandung. 2010. Hlm 25-27
[10] Tim kajian Quantum Media. PT Java Media Utama. Surabaya. 2010.
Mempunyai arti: “ maka barang siapa yang menyaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa.”(Q.S Al-Baqoroh:185)
2.      Bayan At-Tafsir
Bayan At-tafsir ini memberikan perincian dan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih majmal (global) itulah yang dinamakan dengan Bayan At-Tafsier. Ada juga taqyid yang berfungsi mengikat atau mensyaratkan ini juga merupakan fungsi dari hadist.[11]
3.      Takhsis
Takhsis disini meberikan pengertian mengkhususkan. Istilah diatas itu memberikan fungsi-fungsi tersendiri terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih mujmal (global).
Contoh ayat-ayat yang menunjukkan keglobalannya diantaranya sholat. Puasa, zakat. Dan masalah jual beli yang mana cara pengerjaanya belum jelas maka disini kegunaan Hadist.
Misal: “Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat.”
4.      Bayan Zaid ‘Ala Al-Kitab
Bayan zaid Al-Kitab ini menunjukkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Al-Qur’an, bayan tersebut sering juga dinamakan Bayan At-Tasyri’ atau juga bisa disebut dengan menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an, hukum yang terjadi tersebut merupakan produk hadits atau Sunnah yaang tidak di tunjukkanoleh al-Qur’an. [12] Contohnya:
“ Bahwa seorang laki-laki itu haram hukumnya menggunakan atau memakai hiasan emas atau pakaian dari sutra.”




___________________________________________________________________________________________________
[11] Ibid. Hlm 28
[12] Ibid. Hlm 24
5.      Hadits Menjadi Kesepakan para Ulama’
        Bahwa hadits ini menjadi salah satu dasar hukum dalam beramal karena sesuai dengan yang dikehendaki Allah SWT, para Ulama’ menganggap pencerminan mereka antara Al-Qur’an dan Hadits itu sama karena keduanya sama-sama dijadikan sumber hukum Islam.
6.      Bayan an-Naskh
        Bayan an-naskh ini dapat menghapus ketentuan hukum yang telah ada, dengan datangnya sesuatu yang di kemudian, bayan an-naskh ini merupakan dalil asyar’i. [13] Contohnya :
        “ Tidak ada wasiat bagi ahli waris.”
        Keterangan : Seorang ahli waris ini mempunyai hak mendapat warisan itu gugur sebab meberikan warisan tidak memberikan wasiat.

D.    Sejarah dan Kodifikasi Hadits
            Semua persoalan yang berhubungan dengan kehidupan pada umunya dan berhubungan dengan Aagama Islam pada khususnya itu semasa Nabi Muhammad masih hidup ini dapat dipenuhi pemecahannya melalui ayat-ayat yang masih berlangsung turun, kalaupun Al-Qur’an tidak memberikan penjelasan terhadap persoalan yang sedang dihadapi umat Islam maka nabipun memberikan penjelasan untuk itu ataupun sahabat yang mndefiisikan sikap dan perbuatan nabi yang berhubungan dengan pesoalan itu.
            Oleh karena itu, penulisan hadits pada masa tersebut mendapatkan perhatian serius, lebih lagi Rasulullah melarang menulis hadits dengan harapan tidak bercampur dengan penulisan Al-Qur’an.Namun, Rasulullah tidak selamanya mempertahankan larangan penulisan hadits-hadits tersebut yang akhirnya menimbulkan toleransi penulisan hadits terhadap orang-orang tertentu yang mungkin dapat memelihara agar tidak tercampurnya penulisan hadits dengan Al-Qur’an.
___________________________________________________________________________________________________
[13] Tm Kajian Quantum Media. 1 jam Mahir Hadits. PT Java Pustaka Media Utama. Surabaya. 2010. Hlm. 22
            Sehingga Rasulullah berwasiat kepada Abu Bakar ash-Shiddiq yaitu khalifah pertama sesudah meninggalnya Nabi Muhammad SAW yang isinya :
            “ Sesungguhnya kamu menerima hadits dan nabi dengan hadits yang bermalam-malam, tentu umat Islam sesudah kamu mereka akan bervariasi tentang hadits-hadits.” Sehingga pada masa pemerintahan Abu Bakar dan khalifah Umar ibn al-Khattab dikenal dengan masa-masa penyedikitan periwayatan hadits. [14]

E.     Unsur-unsur Hadits
            Di sini kamu mampu menerangkan sebagian dari unsur-unsur hadits yang di antaranya yaitu :
1.      Matan, suatu kalimat tempat berakhirnya sanad.
2.      Sanad, menurut bahasa suatu yang dijadikan sandaran, menurut istilah sanad adalah rantai persambungan periwayat yang bersambung bagi matan hadits.
3.      Isnad, menisbatkan atau menggambarkan suatu hadits terhadap yang berbicara dengan cara bersanad.
4.      Musnad, sanad adalah semua kitab yang dikumpulkan di dalamnya segala yang diriwayatkan oleh para sahabat, pengertian lain musnad ini juga dimaksuf dengan sanad.
5.      Rowi hadits, adalah orang yang meriwayatkan atau memberitakan hadits.




___________________________________________________________________________________________________
[14] Tim Penyusun Studi Islam IAIN Sunan Ampel. Pengantar Studi Islam. Sunan Ampel Press. Surabaya. 2010.
BAB III
KESIMPULAN
Adanya pembahasan yang telah ditulis dalam makalah ini kita dapat mengambil kseimpulan “ Hadits sebagai Sumber Ajaran Islam” yaitu :
1.      Istilah seputar hadits-hadits sangatlah banyak yang terbagi-bagi menjadi beberapa bagian mulai dari istilah kumpulan hadits,istilah dalam hadits itu senduri, dan istilah-istilah dalam pembagian hadits itu sendiri yang sebenarnya hadits memiliki banyak bagian yang wajib kita ketahui.
2.      Posisi dan Kedudukan Hadits yaitu sebagai sumber ajaran agama Islam yang kedua setelah Al-Qur’an .
3.      Fungsi-fungsi Hadist, yaitu :
a.       Bayan at-Taqrir
b.      Bayan at-Tafsir
c.       Takhsis
d.      Zaid ‘ala al Kitab
e.       Kesepakatan Ulama’
f.       Bayan an-naskh
4.      Sejarah penulisan dan kodifikasi hadits memiliki sejarah panjang yang mana pada masa itu Rasulullah sempat mearang penulisan hadits karena khawatir jika Al-hadits akan tercampur dengan Al-Qur’an tapi pada akhirnya Rasulullah mengijinkan. Dan kodifikasi hadits dimaksudkan agar menjaga kemurnian hadits agar tidak terkontaminasi dengan pendapat-pendapat yang tidak tepat.
5.      Unsur-unsur hadits, meliputi :
a.       Matan ( isi )
b.      Sanad ( kesambungan periwayat )
c.       Isnad ( penisbatan )
d.      Musnad ( kumpulan dari semua kitab )
e.       Rawi ( yang meriwayatkan/menceritakan )
DAFTAR PUSTAKA

1.      Tim Kajian Quantum. 1 Jam Mahir Hadits. PT Java Media Pustaka Utama. Surabaya. 2010.
2.      Khoiruman, DR. Badri. Ulum Al-Hadits. CV Pustaka Setia. Bandung. 2010.
3.      Jawas, Yazid bin Abdul. Kedudukan As-Sunnah dalam Syariat Islam. Pustaka At-Taqwa. Bogor. 2005.
4.      Tim Studi Islam IAIN Sunan Ampel. Pengantar Studi Islam. IAIN Sunan Ampel Press. Surabaya. 2010.
5.      Ibid.

7.      http://azwariskandar.blogspot.com, 28 September 2011, 18:50.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar